
LINTAS NASIONAL, Jalan panjang dan kelana kehidupan yang penuh liku, berliuk, tanjakan dan tentunya tak pernah mulus telah mengantar Abu Suhai muda menjadi sosok politikus terkemuka di Kabupaten Bireuen pada hari ini.
Wakil ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen itu, memiliki segudang pengalaman yang berharga, barang tentu sedikitnya dapat menjadi motivasi atau inspirasi bagi orang lain. Ia berangkat dari kehilangan orang tua dan abang kandungnya ketika Aceh masih didera konflik.
Bergulat seorang diri, memilih meninggalkan kampung halaman dan keluarga tercinta, bukanlah suatu yang mudah. Itu merupakan pilihan terberat yang telah menjadi keputusan Abu Suhai kecil. Ia memilih hijrah pada usia beranjak belasan, usai menamatkan sekolah dasar.
Betapa kehilangan telah mendorongnya untuk tetap bertahan hidup dalam kecamuk perang, bahkan dendam telah mengantarnya bertahun-tahun untuk mencari keadilan, pun akhirnya ia menjadi salah seorang anak muda yang terlibat dalam lembaga HAM, mengadvokasi sipil yang menjadi korban pelanggaran HAM di Bireuen kala itu.
Belum lagi, tekad besarnya memilih keluar dari kampung halamannya Meunasah Asan untuk menimba ilmu di di dunia luar, termasuk di jalanan dan dayah, telah mengantarkannya ke berbagai penjuru dunia serta bertemu orang-orang penting dalam hidupnya, bertemu teman baru, juga para guru yang selalu mengajari dan membimbingnya.
Berangkat dari trauma dan dilema masa–lalu bukanlah suatu yang mudah serupa membalikan telapak tangan. Makin hari, makin pula rasa dendam di hati Abu Suhai muda bertambah. Kehilangan membuatnya menempuh jalan hijrah dan menempa hidup di dayah selama 15 tahun. Ia juga jauh dari keluarganya.
“Selama tinggal di dayah, saya tak pernah pulang ke rumah di Meunasah Asan,” akuinya.
Ia mengakui, Dayah telah membuatnya sebagai seorang manusia yang berarti, mengerti akan hakikat hidup, memahami banyak hal, juga belajar ilmu agama. Bahkan, Dayah telah menunjukan jalan lenggang untuk kehidupannya kini.
“Dari sanalah (dayah) awal mulanya saja bangkit dan mengenal dunia luar, mengenai ihwal perjuangan serta dunia politik,” ungkapnya.
Kendati demikian, Abu Suhai mengakui juga bila pencapaiannya kini tak lepas dari dukungan dan doa ibunya, keluarga, kerabat, pun tentunya guru-gurunya sewaktu masih di dayah dulu. Bahkan utamanya adalah dukungan dari masyarakat Simpang Mamplam, Jeunieb, Pandrah dan Samalanga, umumnya masyarakat Bireuen.
Pencapaian yang dicapai Abu Suhai kini, merupakan buah dari hasil malang-melintangnya di berbagai sisi, menjadi aktivis HAM, aktivis sosial, aktivis lingkungan, pun andil sebagai politisi muda yang memiliki tekad serta berjiwa besar.
Gigih dan Konsisten
Berkat dari kegigihan dan konsistensinya itu, Abu Suhai semasa masih menimba ilmu pengetahuan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Jeunieb telah berkecimpung dalam dunia aktivis. Samasa masih terdaftar sebagai siswa sekolah menengah atas, ia telah beranjak pada usia muda bersebab telat masuk SMP.
Kini, Abu Suhai dikenal banyak orang dari berbagai latar, tak hanya para pejabat dan politisi. Ia juga tak asing bagi para pemuda, pegiat HAM, pegiat lingkungan, serta berbagai kelompok lainnya, termasuk masyarakat pada umumnya.
Sosok Abu Suhai, kini bukanlah lagi seorang yang asing bagi publik Bireuen, ia dikenal karena sikap kritisnya, integritas, konsistensi dan terbilang vokal menyuarakan kepentingan rakyat. Di samping menjadi harapan baru bagi masyarakat yang diwakilinya.
“Ini semua berkat kepercayaan dan amanah rakyat yang dititip untuk sementara waktu,” ujarnya.
Bentuk syukur atas apa yang telah dicapainya saat ini, politisi partai PNA itu masih dikenal sebagai sosok yang peduli terhadap masyarakat yang membutuhkan. Jiwa sosial semakin bertumbuh kembang di jiwanya. Abu Suhai terus andil bersosial dalam wujud apapun.
Terlebih, ia diketahui sebagai sosok yang selalu berada di garda terdepan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat di parlemen, juga sering menjadi tumpuan tumpah ruah berbagai kelompok anak muda dalam menyampaikan keluh kesah terhadap apapun yang menimpa kabupaten Bireuen.
Bagi kaum muda, Abu Suhai merupakan seorang politisi yang komunikatif, humble, responsif dan lugas untuk diajak diskusi. Ia tak pernah sungkan atau alergi pada kritikan. Tak mudah baper (bawa perasaan) ketika dihantam berbagai persoalan. Abu Suhai merupakan politisi berjiwa besar.
Masuk Perguruan Tinggi
Seiring aktif di dunia aktivis dan partai politik, pada 2008 Abu Suhai menyempat waktu untuk mengenyam pendidikan i strata satu (S1) jurusan Administrasi Negara, FISIP Al-Muslim Peusangan, Bireuen.
“Saya masuk perguruan tinggi pada 2008, saat itu telah aktif di dunia politik,” ungkapnya.
Ketika aktif menjadi mahasiswa, ruang gerak Abu Suhai bertambah lenggang dan lempang. Ia kembali bertemu dengan orang-orang baru yang rata-rata memiliki visi yang sama; ulet serta berjiwa kritis, bahkan ia juga bergabung dengan beberapa Ormawa (Organisasi Mahasiswa).
Mulailah, nama Abu Suhai bertambah mentereng di kalangan masyarakat Bireuen, terutama di kalangan pemuda, para pemerhati kebijakan publik, para tokoh Bireuen, unsur Ormas/OKP dan kalangan mahasiswa.
Dengan banyaknya kesibukan di dunia aktivis dan dunia politik, Abu Suhai baru dapat menyelesaikan S1-nya pada 2012, kemudian ia sah menyandang gelar sarjana.
“Waktu lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menyelesaikan kuliah,” tandasnya.
Kendati demikian, Abu Suhai tetap berupaya menyisihkan waktu untuk kuliah, bilapun disibukkan oleh aktivitas lain. Tetapi ia cerdas dalam membagi-bagi waktu supaya beriring dengan profesinya sebagai aktivis lingkungan, ia juga mesti menjadi sarjana.
Dalam hal itu, Abu Suhai patut disebut sebagai seorang anak muda yang memiliki tekad besar dan komitmen yang tinggi, serta bertanggung–jawab dengan apa yang sedang ditekuni, dengan apa yang sedang dipimpinnya, juga sukses mengelola partai politik yang saat itu dipercayakan kepadanya.
“Sembari mengurus PRA dan AGC saya juga menyisihkan waktu untuk kuliah,” ujar Abu Suhai.
Periode 2008–2012, sebut Abu Suhai, dirinya memang sedang disibukan dengan banyak kegiatan, program AGC di mana-mana, belum lagi kerja partai yang harus semaksimal mungkin dikelola dengan baik bersama para pengurus..
Usai menjadi sarjana dan sedang fokus-fokusnya mengurus partai politik lokal di Bireuen, Abu Suhai kembali harus bertandang kemana-mana. Ia diundang ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan pada 2013, mantan aktivis HAM itu bertandang ke Papua, provinsi paling timur di Indonesia.
“Saat itu banyak acara seminar dan forum-forum diskusi yang berkaitan dengan lingkungan,” tandasnya.
Mengelola berbagai Program Pelatihan dan Pelestarian Lingkungan Hidup
Dalam rentang 2008–2013, Abu Suhai mengatakan, berbagai program pelatihan dan pelestarian lingkungan hidup didapatkan oleh yayasan Aceh Green Conservation (AGC), bahkan mulai dari Bireuen, Aceh Tengah, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan beberapa kabupaten lainnya di Aceh.
Ia tak hanya sibuk dan fokus dalam menggerakan partai politik semata, namun dituntut pula untuk mensosialisasikan pemahaman pelestarian lingkungan, pendidikan lingkungan dan advokasi lingkungan hidup dalam berbagai pelatihan dan seminar di seluruh pelosok nusantara.
“Alhamdulillah, pada periode tersebut AGC dapat menjalankan berbagai program yang berkaitan dengan lingkungan hidup,” paparnya.
Masa itu, Abu Suhai memang dituntut untuk bisa membagi waktu, terutama akan tanggung-jawab partai, menumbuh–kembangkam AGS serta fokus menyelesaikan kuliah. Namun, semua itu mampu ia lewati dengan penuh pengorbanan, perjuangan dan konsistensinya.
“2008-2013 adalah masa-masa paling berkesan bagi saya. Dimana kala itu pengorbanan dan perjuangan mencapai pada hasil yang memuaskan,” kesahnya.
Tak hanya itu, Abu Suhai juga andil di bidang pertanian, kesehatan masyarakat dan bidang pelayanan masyarakat, hal itu juga digerakkan berbarengan dengan gerakan politik dan pelestarian lingkungan di AGC.
Lain sisi, Abu Suhai memang karip dikenal sebagai sosok yang giat, pekerja keras dan penuh komitmen. Tak salah bila banyak orang mengaguminya. Lantaran ia telah lama meleburkan diri dengan masyarakat bawah.
Di masyarakat akar rumput, sosok Abu Suhai tak lagi menjadi momok yang asing. Ia dikenal sebagai seorang yang humble, komunikatif dan humanis. Bahkan dikenal sebagai sosok yang dapat dicurahkan berbagai persoalan.
“2012 saya juga diundang ke Brazil untuk studi pertanian bersama para petani di benua Amerika latin tersebut,” kisahnya.
Bersambung…
Penulis: Adam Zainal