LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Ketua Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI), Safaruddin, meminta Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk mengkoreksi Kontrak Minyak Bumi dan Gas Pertamina yang di tandatangani pada tahun 2006 lalu antara BPMIGAS yang sekarang berubah menjadi SKK Migas dengan PT Pertamina EP.
Kontrak tersebut menurut Safar, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, Jum’at 12 Maret 2021.
“Kami minta kepada SKK Migas untuk segera mengkoreksi kontrak minyak dan gas bumi Pertamina, karena kontrak yang di tandatangani bersama Pertamina pada tahun 2005 tersebut harusnya sudah di koreksi sejak tahun 2015 lalu untuk menyelaraskannya dengan PP 23 tahun 2015”, kata Safar.
JARI meminta agar SKK Migas menyerahkan blok migas di Aceh yang mencakup Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 1 dengan luas wilayah lebih kurang 4.392 kilometer persegi, NAD -2 seluas 1.865 Km persegi, East Aceh seluas 76,93 Km Persegi dan Perlak sekitar 10 Km persegi kepada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), hal ini sesuai dengan PP 23/2015 vide Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 90 yang menegaskan bahwa BPMA mempunyai tugas melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan pada saat terbentuknya BPMA.
Lanjutnya, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari Perjanjian Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi antara Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang berlokasi di Aceh dialihkan kepada BPMA, namun sampaik saat ini SKK MIgas tidak menyerahkan blok Migas Aceh kepada BPMA.
“Kami minta agar SKK Migas segera meyerahkan blok migas di Aceh kepada BPMA, karena kontrak SKK Migas dengan Pertamina jika di lihat dari aspek hukum sudah melanggar PP 23/2015 sejauh masih melampirkan wilayah kerjanya meliputi seluruh blok migas di Aceh, seharusnya menurut PP 23/2015, blok migas yang di kelola oleh Pertamina sekarang harus berkontrak dengan BPMA bukan dengan SKK Migas, sebagai lembaga Negara SKK Migas harus tunduk pada peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya”, tambah Safar.
JARI meminta agar SKK Migas menjalankan ketentuan PP 23 tahun 2005 dengan mengalihkan seluruh wilayah kerja migas PT Pertamina EP kepada BPMA paling lama satu minggu sejak diberikan surat somasi tersebut dan jika tidak di indahkan maka JARI akan menempuh jalur hukum.
“Kami memperingatkan (somasi) SKK Migas agar segera menyerahkan blok migas di Aceh kepada BPMA sesuai dengan perintah dari PP 23 tahun 2015, dan jika somasi ini tidak di indahkan maka kami akan menempuh jalur hukum”, tutup Safar.
Somasi yang dikirimkan ke SKK Migas juga di tembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Ketua Forum Bersama DPR/DPD RI Aceh, Ketua BPK RI, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI selaku Ketua Komisi Pengawas SKK Migas, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Aceh, Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe, Ketua DPRA dan BPMA. (Red)