Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Kejagung: Korupsi Dibawah 50 Juta Tak Lagi Dihukum

LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Kejaksaan Agung menyebut wacana kebijakan penanganan perkara tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta tanpa melalui proses hukum, dapat dilakukan dalam beberapa kasus seperti kelebihan bayar dalam pelanggaran administrasi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan wacana kebijakan tersebut dilontarkan dirinya ke publik agar dapat menjadi pemikiran bersama untuk memperoleh solusi yang tepat dalam penindakan korupsi.

Sebab, menurut dia, terdapat sejumlah kasus yang sebenarnya pelaku tidak mengetahui atau tak sengaja telah melakukan korupsi terhadap uang negara.

“Hal ini tentunya melukai keadilan masyarakat, apabila dilakukan penindakan tindak pidana korupsi padahal hanya sifatnya kesalahan administrasi,” kata Leonard dalam keterangan tertulis, Jumat 28 Januari 2022

Ia menjelaskan, jika terduga pelaku mengembalikan uang secara sukarela ketika perkara masih ditangani oleh Inspektorat atau sebelum aparat penegak hukum turun tangan, maka masalah tersebut masih sebatas kesalahan administratif.

Leonard mengatakan, salah satu contoh kasus seperti ketika Kepala Desa tak mendapat pelatihan untuk mengelola dana desa sebesar Rp1 miliar. Kemudian, dalam proses pengelolaannya kades itu kelebihan membayar tukang ataupun pembantu tukang ketika melaksanakan tugas pembangunan di desanya.

Belum lagi, jika nilai dugaan kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara tersebut relatif kecil dan kepala desa tersebut tak menikmati uang dimaksud.

“Hal ini tentunya akan melukai keadilan masyarakat,” tambah dia.

Contoh lain ialah ketika seorang bendahara yang memberikan nilai gaji lebih besar dari yang seharusnya diterima oleh beberapa pegawai di instansi pemerintahan.

Kasus tersebut, lanjut Leonard, lebih berkaitan dengan suatu malaadministrasi sehingga tak perlu ditindak menggunakan instrumen UU Tipikor.

Leonard lantas mengatakan bahwa kebijakan yang dilemparkan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin itu bukan merupakan bentuk impunitas. Ia menyebut Jaksa Agung melemparkan wacana tersebut ke publik dengan pemikiran jernih yang mempertimbangkan hakikat penegakan hukum, yakni pemulihan pada keadaan semula.

“Imbauan Bapak Jaksa Agung RI bukanlah untuk impunitas pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara yang relatif kecil,” katanya.

“Imbauan Bapak Jaksa Agung RI bukanlah untuk impunitas pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara yang relatif kecil,” katanya.

Dalam implementasi kebijakan itu, Kejaksaan telah melakukan analisis nilai ekonomi untuk menentukan besaran jumlah syarat dugaan tindak pidana korupsi yang dapat diampuni, yakni Rp50 juta.

Menurutnya, kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum dari penyidikan sampai dengan eksekusi terkadang bisa melebihi Rp50 juta. Sehingga, penanganan kasus-kasus bernilai kecil dinilai akan menjadi beban pemerintah.

“Seperti biaya makan, minum dan sarana lainnya kepada terdakwa apabila terdakwa tersebut diproses sampai dengan eksekusi,” tandasnya. (Cnn)