Opini  

Kisah Eks Panglima GAM: April Adalah Bulan Terkejam

 

Oleh: Fauzan Azima

Pada Bulan April alam sedang mengalami peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Hanya sesekali lagi turun hujan lebat disertai angin kencang. Dalam masa itulah, tepatnya pada hari Sabtu, 7 April 2001 hidup saya pun mengalami peralihan dari keadaan bebas menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh TNI/Polri dan ayah saya pun ditangkap.

Pasalnya, di tanggal kelahiran tokoh yang terkenal dalam seni bela diri Kung Fu dari China dan aktor layar lebar, Jackie Chan lahir, penyamaran saya terungkap. Masyarakat yang sebelumnya mengenal saya sebagai aktivis LSM dan wartawan. Ternyata saya adalah salah tokoh penting dalam tubuh GAM Wilayah Linge.

Banyak orang yang terkejut dan tidak percaya kalau saya salah seorang yang paling dicari ketika terjadi penggerebekan terhadap rumah orang tua saya di Kampung Panji Mulia II, Kecamatan Bukit, Bener Meriah (waktu itu masih Aceh Tengah). Kemudian TNI/Polri melanjutkan penggerebekan di rumah kontrakan saya di Pasar Pagi, Kota Takengen, di sekitar Makodim 0106/Aceh Tengah.

Sebelumnya, pagi itu, saya baru saja menjemput pasukan Wilayah Linge, pimpinan Tengku Ramli Paya dari Kampung Wih Ilang menuju ke Kampung Kenawat. Dalam perjalanan di daerah Kampung Blang Ara, kami berjumpa dengan rombongan buruh pemetik buah kopi yang berasal dari perkampungan yang tidak mendukung GAM. Saya mengenal baik pemetik kopi itu, juga sebaliknya mereka pun mengenal saya.

“Siapa mereka?” tanya Tengku Ramli Paya.

“Tetangga Bang” jawab saya singkat.

Hanya saja dalam hati saya mulai berkecamuk. Mereka pasti tidak bisa menyimpan rahasia satu sama lain dan dipastikan akan melaporkan kepada TNI/Polri tentang keberadaan kami. Mereka juga ingin menyelamatkan diri; baik dari ancaman GAM maupun TNI/Polri.

Khawatir terjadi perang terbuka di kampung Kenawat yang merupakan salah satu basis GAM, pasukan pun saya lewatkan langsung ke Kampung Kelupak Mata yang juga merupakan salah satu kampung berdaulat. Saya sendiri kembali lagi ke Kampung Kenawat dengan hati yang masih tidak tenang. Saya duduk seorang diri di gardu (pos jaga) di kampung itu.

Saya melihat banyak pasukan gabungan TNI dan Polri yang melintas ke arah Kampung Waq Pondok Sayur yang jaraknya 3 KM ke arah utara dari Kampung Kenawat. Ternyata mereka sedang melakukan pengepungan dan penangkapan di Pondok Sayur. Mereka mengepung dalam radius 1 KM. Dalam pengepungan itu mereka juga menggerebek rumah-rumah yang mereka curigai sebagai anasir GAM.

Giliran mereka menggerebek rumah orang tua saya, mereka menemukan Hp satelit milik saya yang disimpan dalam lemari pakaian. Berdasarkan temuan itu, mereka mongobrak-abrik seisi rumah. Barang-barang berharga mereka bawa. Bahkan burung jalak bersama sangkarnya pun ikut mereka bawa.

Kakak ibu saya, Ibu Sawidah sedang sakit parah di rumah itu. Ia menderita tumor ganas pada bagian pinggulnya. Para penggerebek itu tidak peduli. Mereka berteriak, mengancam, mencaci maki dan menendang-nendang dan mengarahkan moncong senjatanya.

Ayah saya yang baru saja pulang dari kebun kopi milik kakek di Kampung Blang Ara langsung ditangkap, diikat dan diseret ke mobil polisi. Di dalam mobil itu sudah lebih dulu ditangkap Tengku Azhari alias Pang Ganam dari Kampung Waq Pondok Sayur. Di lapangan bola kaki Kampung itu juga terjadi penembakan terhadap seorang pemuda bernama Jali yang langsung syahid di tempat.

Beruntung, pada saat pengepungan itu, adik saya, Ibni Faisal sedang berada di rumah tetangga. Hanya berselang dua rumah dari rumah orang tua saya. Tetangga itu mendesak agar Ibni Faisal melarikan diri ke belakang rumah, lalu masuk ke kebun kopi kemudian tembus ke Kampung Bukit Wih Ilang yang relatif aman. Saya sudah lebih dulu sampai di sana. Di sana kami dipandu oleh salah seorang pasukan bernama Tengku Armadi alias Pang Telege Linge.

Masih dalam bulan April, ayah saya pun menebus kebebasannya dengan sebuah sepeda motor dan sejumlah uang kepada anggota Polres Aceh Tengah. Setelah bebas Ayah saya langsung pindah tempat tinggal ke Kampung Temi Delem, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. Ayah aman di sana bersama Paman Ihsan, anggota polisi.

Sedangkan Pang Ganam ketika dibebaskan langsung ditangkap kembali di daerah Tan Saril ketika akan menuju ke rumah mertuanya di Towa, Pegasing. Pada keesokan harinya ditemukan sudah menjadi mayat. Kepalanya dan badannya sudah terpisah di Singah Mata, jalan Bireuen-Takengen.

“April adalah bulan yang terkejam” begitulah T. S Eliot membuka sajak panjang dan paling terkenal dengan judul The Westeland. Bulan ke-empat dalam Kalender Masehi itu pas dengan penggambaran saya bersama keluarga yang mulai masuk dalam lingkaran kejamnya perang. (AN)

Penulis Merupakan Eks Panglima GAM Wilayah Linge