LINTAS NASIONAL – PIDIE, Organisasi Aceh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF) menilai sidang dua simpatisan yang diduga melakukan makar di PN Sigli sarat dengan konspirasi.
“Tanpa pertimbangan lebih jauh atas keganjilan-keganjilan dalam prosedur pemeriksaan selama ini, hakim Pengadilan Negeri Sigli menjatuhkan putusan sela untuk melanjutkan sidang terhadap dua simpatisan ASNLF, Nasruddin A. Wahab (43) dan Zulkifli M. Rasyid (35),” kata petinggi ASNLF, Asnawi Ali, dalam email yang dikirim ke redaksi lintasnasional.com pada Senin 22 Februari 2021
Kedua terdakwa dituduh telah melakukan kejahatan terhadap keamanan negara”. Selanjutnya, hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.
Asnawi Ali menjelaskan aroma konspirasi peradilan telah tercium sejak dari awal proses peradilan, dimana tanpa pemberitahuan kepada kedua terdakwa/Penasehat Hukum terdakwa sebagaimana menurut aturan yang berlaku, pihak pengadilan berusaha memulai persidangan pada Selasa, 26 Januari 2021, dimana terdakwa tiba-tiba dikeluarkan dari dalam sel Rutan Kelas II B Sigli, tempat mereka ditahan, untuk disidangkan secara online.
Namun para terdakwa keberatan untuk di sidang sebab tidak didampingi oleh Penasehat Hukum, sehingga persidangan ditunda sampai 2 Februari, dimana pihak JPU, Dahnir SH, telah membaca surat dakwaan dalam kasus tersebut dan selanjutnya Penasehat Hukum dari LBH Banda Aceh juga telah menyampaikan eksepsinya terkait dakwaan JPU.
Dalam sidang lanjutan Selasa 9 Februari, JPU menyampaikan jawaban atas eksepsi Penasehat Hukum dengan melampirkan surat berita acara penolakan untuk didampingi oleh Penasehat Hukum oleh kedua terdakwa.
Sebagaimana telah diberitakan oleh berbagai media, kedua terdakwa, baik Nasruddin maupun Zulkifli, tidak pernah menandatangani surat tersebut, karena mereka telah memberi kuasa penuh kepada Penasehat Hukum mereka sejak 8 Desember 2020. Jadi sangatlah mustahil terdakwa menolak untuk didampingi oleh Penasehat Hukum, sebagaimana disampaikan oleh JPU dalam lampiran jawabannya terhadap eksepsi Penasehat Hukum, pada tanggal 16 Februari 2021.
Sesuai dengan pemberitaan media Serambi Indonesia, 19 Februari 2021, Humas PN Sigli Erwin Susilo SH selaku hakim anggota dalam perkara itu juga menjelaskan, bahwa sesuai KUHAP pasal 56 bahwa di atas 15 tahun ancaman penjara maka wajib didampingi oleh Penasehat Hukum.
“Maka dapat dikategorikan tindakan JPU dengan menyodorkan surat penolakan untuk didampingi oleh Penasehat Hukum kepada para terdakwa untuk ditandatangani, secara terang-terangan telah melanggar aturan yang berlaku. Sebagaimana diketahui kedua terdakwa dijerat dengan pasal 106 KUHPidana, dengan ancaman hukuman seumur hidup. Sehingga kasus ini wajib didampingi oleh Penasehat Hukum,” jelas Asnawi
Menurut Asnawi dalam kasus ini, secara prinsip Indonesia telah melanggar isi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR = International Covenant on Civil and Political Rights), yang telah diadopsinya melalui UU No. 12 Tahun 2005, yang ditetapkan pada 28 Oktober 2005 dimana rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan kovenan tersebut menetapkan kewajiban Negara Pihak untuk menghormati hak-hak yang diakui oleh Kovenan ini. Hak-hak sipil dan politik ini menjamin setiap warga negara bebas untuk berpendapat, berekspresi dan berkumpul.
Dalam hal ini dapat disimpulkan tindakan Nasruddin A. Wahab (43) dan Zulkifli M. Rasyid (35) mengekspresikan pikiran mereka secara damai dalam bentuk spanduk untuk menentukan nasib sendiri, adalah legal menurut Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Bahkan, secara umum tindakan PN Sigli telah mengabaikan salah satu prinsip hukum internasional yang menyatakan – Ex injuria jus non oritur – kebenaran (haq) tidak boleh lahir dari kebatilan, dimana ada pembiaran atas dugaan pemalsuan tanda tangan kedua terdakwa. Seharusnya tuntutan ini tidak boleh dilanjutkan sebab jaksa penuntut sendiri bermasalah dengan pemalsuan tanda-tangan terdakwa.
“Karena tindakan-tindakan seperti ini sudah membudaya dalam sistem peradilan di Indonesia, maka dari itu ASNLF akan terus memonitor kasus ini dan menghimbau semua pihak yang menginginkan adanya penegakan keadilan untuk terus memantau, bila perlu, mengecam tindakan di luar aturan yang berlaku,” pungkas Asnawi Ali (Red)