LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Rapat Badan Anggaran (Banggar), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dihadiri Ketua TAPA Taqwallah yang juga menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh didampingi oleh Kepala Bappeda Aceh Teuku Ahmad Dedek pada Rabu 5 Agustus 2021 kemarin.
Dalam rapat tersebut Banggar DPRA mempertanyakan penggunaan dana refocusing tahun 2020 berjumlah 2,3 triliun, sesuai temuan Banggar banyak anggaran refocusing Covid-19 dibelanjakan untuk kepentingan aparatur pemerintah Aceh, pembelian mobil operasional untuk Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), rehabilitasi Gedung Sekda Aceh, dan operasional lainnya, yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 tahun 2020. Tentang pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu, perubahan alokasi dan penggunaaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pada pasal 3 ayat ke 3 menyebutkan pemberian dana hibah diperiotaskan untuk penanganan kesehatan dan hal lain terkait kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan jaring pengaman sosial (social savety net). Penanganan kesehatan, lebih Tupoksi rumah sakit dan sumber daya manusia paramedis. Pengananan dampak ekonomi penerima manfaatnya adalah unit-unit usaha ekonomi seperti UMKM dan sedangkan jaring pengaman sosial penerima manfaat adalah masyarakat rentan yaitu golongam masyarakat fakir dan miskin.
Namun, betapa terkejutnya anggota banggar DPRA, saat Sekda Aceh Taqwallah menjelaskan, bahwa dana refocusing, tidak harus digunakan untuk penanganan Covid-19, namun juga bisa digunakan untuk kepentingan selain penanganan Covid-19. Atas dasar tersebut, Pemerintah Aceh menggunakan dana Rp1,4 triliun yang bersumber dari dana Otsus untuk kegiatan non-covid, yaitu rasionalisasi kegiatan-kegiatan di SKPA seperti pembelian mobil dinas dan lainnya.
Sedangkan untuk penanganan Covid, yaitu untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dampak ekonomi, hanya sekitar Rp 610,8 miliar, dan yang dapat direalisasikan sebesar Rp 475,5 miliar.
Menanggapi hal itu pengamat Politik dan kebijakan publik Usman Lamreung menuding pemerintah Aceh sudah mati rasa kemanusiaan, dan tidak sayang pada rakyat Aceh, begitu besar dana Covid-19 yang direfocusing sesuai dengan Instruksi Presiden dan peraturan kementerian dalam negeri dan keuangan, bahwa dana refocusing untuk kepentingan penanganan dampak wabah pandemi.
Namun kata Usman Pemerintah Aceh tidak membelanjakan anggaran sesuai ketentuan dan sasaran peruntukan, ironisnya lagi dana tersebut digunakan untuk kepentingan belanja pegawai, beli mobil dinas, lainnya lebih parah lagi disilpakan, padahal rakyat Aceh butuh stimulus pemerintah Aceh.
“Ini jelas-jelas melanggar aturan dan masuk dalam kategori korupsi kebijakan dan juga melukai rasa keadilan bagi rakyat Aceh yang kondisinya sudah apoh-apah akibat pandemi,” kata Usman Lamreung pada Sabtu 7 Agustus 2021
Menurut akademisi Universitas Abulyatama itu, anggaran refocusing dipakai ugal-ugalan sesuka hati seperti ini menujukkan Gubernur Nova, Sekda Aceh selaku ketua TAPA, dan Kepala Bappeda Aceh, sama sekali bukan sosok yang bisa menjadi solusi, tapi malah membuat rakyat Aceh makin menderita dengan kebijakan mereka
“Begitu juga kondisi dengan ekonomi Aceh saat ini yang morat marit, akibat stimulus anggaran refocusing tidak becus dikelola, ditambah lagi dengan Silpa, mengakibatkan meluluh-lantakan sektor ekonomi Aceh mati suri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh pada kuartal II-2021 masih tercatat minus 2,56%,” lanjutnya
Menurutnya Pemerintah Aceh sepertinya dikendalikan dengan auto pilot, penguasa dan perangkat pejabatnya sepertinya tidak benar-benar hadir ditengah rakyat Aceh.
“Maka sudah saatnya DPRA mendorong untuk melakukan mosi tidak percaya pada pemerintahan Aceh,” pungkas Usman Lamreung (Red)