Pemerkosa Anak Bebas, IKADIN Aceh dorong Eksasimasi Putusan MS Aceh

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Terkait dengan ketidakpuasan publik terhadap Putusan Mahkamah Syariah (MS) Aceh yang membebaskan terdakwa dugaan pemerkosaan terhadap anak di Aceh Besar.

Menanggapi hal itu, Ketua Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Provinsi Aceh Safaruddin SH meminta publik terutama pejabat publik untuk mendalami terlebih dahulu permasalahan yang terjadi sehingga tidak langsung menjustifikasi dengan stigma negatif, apalagi menyangkut putusan pengadilan yang tentunya telah dilakukan proses persidangan yang Panjang dengan berbagai bukti dan saksi.

Dalam mengambil keputusan pengadilan, keyakinan hakim merupakan hal yang essensial, hakim harus benar-benar yakin terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana yang dalam teori hukum dikenal dengan beyond reasonable doubt (alasan yang tidak dapat di ragukan lagi), jika hakim ragu terhadap dakwaan maka hakim akan membebaskannya karena secara tidak langsung hakim terikat dengan asas “in dubio pro reo” yang bermakna jika terdapat keraguan menganai suatu hal, hakim memutuskan dengan hal yang paling meringankan terdakwa.

“Dalam mengambil sebuah keputusan hakim harus yakin bahwa orang yang didakwa/dituduh bersalah itu benar benar bersalah dengan disertai bukti dan saksi atas kesalahannya, jika hakim yakim maka akan menghukum terdakwa, karena hakim tidak boleh menghukum orang yang tidak bersalah, jika para pihak tidak sependapat dengan putusan hakim maka ada langkah hukum yangh telah di sediakan, seperti terdakwa yang di bebaskan itu dia di hukum di MS Jantho, Aceh Besar karena tidak sependapat dan merasa tidak adil baginya maka dia ajukan banding, dan hakim banding akan memppelajari kembali perkaranya dengan alasan keberatan yang di ajukan, oleh MS Aceh para hakim berkeyakinan bahwa terdakwa tidak bersalah maka di bebaskan, kalua jaksa tidak sependapat bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, karena sangat berdosa hakim ketika salah menghukum orang, tanggung jawabnya sangat besar terhadap Tuhan karena putusannya akan di mintai pertanggung jawaban di akhirat nanti”, ungkap Safar pada Minggu 30 Mei 2021

Safar menjelaskan sangat perlu diketahui adalah setiap orang yang di ajukan ke persidangan belum tentu bersalah, dan setiap orang di lindungi oleh asas praduga tak bersalah yang dikenal dengan presumption of innocence yang menyatakan bahhwa setiap orang tidak boleh di katakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum.

“Perlu di ketahui bahwa setiap orang yang di dakwa di pengadilan belum tentu bersalah, karena kesalahan sesorang itu harus di buktikan sesuai dengan hukum acara nya, jika tidak sesuai dan tidak terbukti maka tidak boleh di hukum, karena hakim terikat dengan hukum acaranya” terang Safar

Untuk mengkritisi putusan MS Aceh tersebut Safar mendorong diakukan upaya-upaya secara akademis seperti eksaminasi yang kemudian hasilnya bisa untuk memperkaya hakim pada tingkat selanjutnya dalam mengambil keputusan, karena justfikasi sporadis seperti yang sedang berkembang saat ini justru akan meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap peradilan dan negara.

“Safar mendorong agar publik melakukan eksaminasi terhadap putusan MS Aceh jika di rasa tidak memberikan rasa keadilan, nanti hasilnya bisa di kirim ke Mahkamah Agung untuk memberikan masukan tambahan kepada Hakim Agung dalam memutuskan perkara tersebut, dan saya mendorong agar Fakultas Hukum di Aceh mengambil peran dalam melakukan eksaminasi ini sebagai bahan kajian akademik”, tutup Safar yang juga ketua YARA (Red)