LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Kumpulan Mahasiswa dan Pemuda Aceh JABODETABEKA yang berafiliasi di berbagai Lembaga Organisasi Mahasiswa Aceh di Jakarta menyampaikan pernyataan sikap Mosi tak Percaya terhadap pemerintahan Nova Iriansyah pada Minggu 29 Agustus 2021
Sejumlah Organisasi Mahasiswa dan Pemuda Aceh yang membuat pernyataan diantaranya, Aliansi Pemuda Aceh Jakarta (APA-Jakarta) KMP Aceh Darussalam, Laskar Mahasiswa
Pemuda Aceh Barat Daya (LAMPU ABDYA), (Forum Komunikasi Pemuda Mahasiswa Bireuen)
(FORKOPMABIR), Mahasiswa FOBA, NAD Millenial Institut, POROS KAMA , Gerakan
Mahasiswa Aceh Nusantara (GEMA-NUSANTARA)
Pernyataan sikap itu yang dibacakan oleh Koordinator Koordinator Agussalim menguraikan sejumlah,
Dimasa kepemimpinan Nova Iriansyah Sejumlah permasalahan terjadi yang membuat heboh publik Aceh diantaranya, Kasus Beasiswa yang merugikan negara senilai 10 Miliar.
Kemudian Kasus Korupsi Sapi kurus Saree Aceh Besar, pengadaan Kapal Aceh Hebat yang juga sempat terhembus isu kuat dugaan beraroma “rasuah”, sehingga membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan investigasi di Aceh.
Selain itu, KPK juga sedang melirik pembangunan Gedung Oncology Center RSUDZA dengan skema
kontrak multiyears dan berdasarkan informasi 23 Juni 2021 bahwa KPK juga sedang melirik beberapa kasus, seperti perihal pembangunan Jalan dengan skema Multi Years Contra, bantuan hibah dan Bansos, serta anggaran refocusing masa pandemic.
Dua hari kemudian, Ketua KPK juga menyampaikan bahwa pihaknya, telah menangani14 kasus tindak pidana korupsi di Provinsi Aceh dengan berbagai modus, saat mengisi kuliah umum di Universitas Syiah Kuala (USK) di Banda Aceh pada Kamis, (25/3/2021) Lalu.
Publik Aceh juga
dihebohkan dengan batalnya pembangunan 1.100 unit rumah Duafa di Aceh sehingga mendapat sorotan dari banyak pihak.
Bantuan rumah untuk fakir miskin yang ditargetkan rampung
pada 2019 itu harus dibatalkan lantaran alasan keterbatasan waktu.
Kemudian Pembelian mobil Dinas pejabat Aceh sebanyak 72 unit yang tersebar di 33 Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dengan Anggaran RP 100 Miliar lebih
Belum lagi, adanya pos anggaran dalam bentuk Hibah Pemerintah Aceh ke Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh. Dimana pengusulan anggaran untuk lembaga itu diduga bersumber dari APBA perubahan 2019 sebesar RP 2.854 Miliar lebih.
Setelah itu dilanjutkan dengan beberapa kerancuan lainnya yang dipamerkan oleh pemerintah Aceh
tahun 2021 ini, dengan beredarnya Pengadaan barang dan jasa pada Rumah j.abatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dengan harga lebih Rp 1 miliar, juga munculnya pembelian HP/Android mencapai 81 juta lebih.
Anehnya hal itu terjadi ditengah kondisi Aceh masih dalam pademi covid-19. Melirik, Sampel data Tahun 2019 lalu, Total APBA Sebanyak Rp. 17 Triliun & APBK 23 Kab/Kota se Aceh mencapai Rp. 30 Triliun. Total Keseluruhan mencapai sekitar Rp. 47 T anggaran mengalir ke
Aceh (belum termasuk anggaran berbagai Lembaga Vertikal yg bersumber dari APBN). Namun, Angka Kemiskinan Aceh per September 2020 mencapai 15,43 persen & sbg provinsi Termiskin seSumatera serta ke-enam termiskin se-Indonesia.
Pemerintah Aceh, patut bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut karena 15,43 persen data BPS akumulasi dari angka kemiskinan di Provinsi Aceh Masih Bertahan Pada Urutan tersebut
Sejak tahun 2008 hingga tahun 2020, Aceh memperoleh dana otonomi khusus berkisar sebesar RP 81 Triliun. Namun pada kenyataannya sampai hari ini kondisi Pembangunan Aceh masih sangat memprihatinkan
Sehingga, wajar setelah dikutip dari hasil Pansus DPRA mengungkapkan temuan kelebihan bayar belanja pembangunan Aceh tahun 2019 Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh juga telah menerbitkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah Aceh tahun yang sama. Total belanja yang mengalami kelebihan bayar mencapai Rp23 miliar, disebutkan tersebar di 18 satuan kerja perangkat Aceh (SKPA).
Berikut 10 temuan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Aceh tahun anggaran 2019, yang dirangkum dan dirilis dari sumber beberapa media berdasarkan dokumen LHP BPK Perwakilan Aceh Yaitu:
1. Kelebihan pembayaran atas 15 paket pekerjaan pada 6 SKPA mencapai sekitar Rp2. miliar.
Kelebihan pembayaran ini di antara terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
(PUPR), Dinas Pengairan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
2. Terjadi Post Bidding dalam proses pengadaan pembangunan jembatan pada Dinas PUPR serta
pembayaran 100 persen sebelum pekerjaan selesai dilaksanakan. Post bidding ini terjadi pada
proses pengadaan Pekerjaan Pembangunan Jembatan Kilangan di Aceh Singkil oleh Pokja IV.
3. Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan serta tambahan penghasilan PNS yang dikenakan
sanksi hukuman disiplin sekitar Rp368,28 juta. BPK, dalam laporannya menyebut, terdapat
kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan serta tambahan penghasilan terhadap sejumlah
pegawai negeri sipil, baik yang diturunkan pangkatnya maupun yang diberhentikan secara tidak
hormat.
4. Terdapat ketidaksesuaian spesifikasi atas tiga paket pekerjaan di tiga SKPA sebesar Rp294 juta lebih.
5. PPh dan PPN atas pembatalan dua pekerjaan TA 2019 sebesar Rp1,91 miliar lebih belum disetor
ke kas Pemerintah Aceh.
6. Terdapat dua paket pekerjaan pada dua SKPA terlambat dan belum dikenakan sanksi denda
keterlambatan, yaitu Dinas Pengairan dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral.
7. Pembangunan Jembatan Alur Drien Jalan Lingkar Kota Langsa bersumber dari dana Otsus Aceh
terlambat namun pembayaran 100 persen (penuh) dilakukan sebelum pekerjaan selesai. Pekerjaan yang menelan anggaran sebesar Rp8,59 miliar lebih ini dilaksanakan oleh CV FP
8. Hasil pelaksanaan pekerjaan peningkatan jaringan irigasi DI Kuta Tinggi Kabupaten Aceh
Tenggara tidak sesuai dengan direncanakan dan hasil pekerjaan buruk karena terdapat kerusakan
pada dinding bangunan. Pekerjaan pada Dinas Pengairan Aceh dengan pelaksana CV WHK
berdasarkan kontrak KU.602-A/KPA-UPTD.V/131/2019 tanggal 19 Mei 2019 yang nilainya
mencapai Rp7,48 miliar lebih.
9. Potensi kelebihan pembayaran atas pekerjaan pemeliharaan berkala jalan Cunda Lhokseumawe sebesar Rp585 juta lebih.
Pelaksanaan pekerjaan pada Dinas PUPR Aceh ini ini dilakukan oleh
PT MGU berdasarkan kontrak nomor 17-AC/PEMEL/PUPR/APBA/2019 dengan nilai kontrak
Rp2,86 miliar lebih.
10. Terdapat pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tidak sesuai ketentuan.
Berdasarkan dari gambaran yang daparkan diatas dengan adanya temuan pelanggaran hukum dan kerugian keuangan negara membuktikan bahwa lemahnya pemerintah mengontrol pengelolaan keuangan. Semua itu akan dapat terlaksana dengan komitmen kepala daerah.
“Harapan terbesar kami pencegahan korupsi ada pada komitmen kepala daerah. Namun, dalam konteks Aceh, Gubernur yang diharapkan berada di depan melawan korupsi. Kasus korupsi di Provinsi Aceh terus berulang,” pungkas Agussalim (Red)