LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Untuk yang pertama kalinya Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen merehabilitasi serta perawatan medis terhadap pengguna narkotika jenis sabu yang ditempatkan di Balai Rehabilitasi NAPZA Adhyaksa Kabupaten Bireuen.
Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, SH MH mengatakan, Keputusan penempatan pengguna Sabu inisial B di Balai rehab Adhiyaksa Kabupaten Bireuen bedasarkan Surat Perintah Rehabilitasi nomor : Print- 609/L.1.21/Enz.2/07/2024 tanggal 15 Juli 2024.
“Sebelumnya kasus yang dialami B telah disetujui penghentian penuntutannya secara Restorative Justice (RJ) oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) untuk dilakukan rehab di balai rehabilitasi NAPZA Adhyaksa Kabupaten Bireuen serta perawatan medis selama enam bulan,” Sebut Kajari Munawal Hadi melalui keterangan tertulis kepada media ini pada Senin 29 Juli 2024.
Munawal Hadi menjelaskan, Sebelumnya B ditangkap oleh Petugas Kepolisian Satresnarkoba Polres Bireuen pada tanggal 16 Maret 2024 di Desa Cot Meurak Kec. Samalanga Kabupaten Bireuen pada saat sedang menggunakan sabu-sabu di rumahnya.
“Bersama B ditemukan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dalam plastik bening dengan berat 0,36 gram,” jelas Munawal.
Kemudian lanjut Munawal Hadi, Setelah ditangkap, tersangka B dilakukan Asesmen terpadu yang dilaksanakan di Kantor BNNK Bireuen dengan dihadiri oleh Kepala BNNK Bireuen Trisna Sapari Yandi, S.E.,S.H dan Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari Kasi Pidum Kejari Bireuen, Kasat Narkoba Polres Bireuen beserta Tim Medis.
Dari hasil rekomendasi tim Asesmen Terpadu (TAT) menyatakan B tidak berperan sebagi pengedar, bandar, kurir ataupun produsen narkotika, dan bukan merupakan Residivis dan dilanjutkan dengan Restorative Justice.
Dikatakan Munawal Hadi, Penerapan Restorative Justice perkara Narkotika dituangkan dalam Pedoman Jaksa Agung nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa.
” LPelaksanaan pedoman Jaksa Agung tersebut dilakukan secara ketat dengan melihat jumlah barang bukti, kualifikasi tersangka, kualifikasi tindak pidana, pasal yang disangkakan, unsur kesalahan (Mens Rea) serta pemeriksaan terhadap tersangka secara seksama melalui hasil asesmen terpadu,” sebut Munawal Hadi.
Munawal Hadi menambahkan, Program Restorative Justice perkara narkotika merupakan gebrakan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara narkotika untuk memungkinkan para korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan haknya untuk diobati secara mental dan fisik.
“Rehabilitasi hanya bisa dilakukan bagi mereka yang terbukti sebagai pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika,” tutup Munawal Hadi. (Rahmad Maulida)