Ratusan WNA China Dikejar dan Dipukuli Massa, Begini Kronologisnya

LINTAS NASIONAL – KALBAR, Sejumlah warga negara asing (WNA) asal China dievakuasi dari lokasi pertambangan emas milik PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM) di Dusun Muatan Batu, Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Kamis 17 September 2020 malam.

Warna yang berjumlah ratusan tersebut terpaksa dievakuasi ke Kota Ketapang akibat kerusuhan yang terjadi di lokasi perusahaan tersebut pada Kamis 17 September 2020 siang.

Evakuasi berlangsung dramatis di tengah kepungan ratusan orang. Massa yang terlanjur emosi mengejar dan memukuli WNA meski dihadang oleh polisi.

Ratusan WNA tersebut berhasil dievakuasi menggunakan empat truk, termasuk satu truk milik polres. Selanjutnya, para WNA tersebut ditempatkan di sejumlah hotel di Kota Ketapang di bawah penjagaan polisi.

Kerusuhan di lokasi PT. SRM tersebut terjadi setelah ratusan orang dari empat desa mendatangi lokasi penambangan. Kedatangan massa itu merupakan buntut dari sengketa lahan antara ahli waris dengan pihak perusahaan yang tidak kunjung selesai.

Emosi massa memuncak setelah pihak perusahaan kembali mengoperasikan perusahaan setelah sebelumnya disepakati tidak akan mengoperasikan mesin-mesin sebelum ganti rugi dilakukan.

Selain itu, masyarakat juga kesal dengan ulah oknum perusahaan yang menyalahgunakan tanda tangan warga. Warga diminta untuk menandatangani bukti pemberian bantuan yang diberikan oleh perusahaan, namun kenyataannya tanda tangan tersebut dijadikan sebagai dasar oleh perusahaan untuk kembali mengoperasikan mesin-mesin.

Mengetahui tanda tangannya disalahgunakan, masyarakat dari Desa Kelampai, Desa Jungkal, Desa Pemuatan Jaya dan Desa Segar Wangi, mendatangi perusahaan. Massa langsung merangsek masuk secara paksa ke dalam perusahaan dengan merusak pintu gerbang. Mereka mencoba mematikan mesin tambang yang dioperasikan kembali oleh perusahaan.

Suasana mencekam tak dapat dielakkan. Massa yang emosi kemudian melakukan sweping ke dalam perusahaan dan barak karyawan.

Amukan massa semakin tak kendali ketika menemukan ratusan WNA yang berada dalam camp karyawan. Warga merusak bangunan dan barang-barang di dalam kawasan perusahaan. Massa juga memukuli sejumlah WNA.

Aparat kepolisian yang berada di lokasi kejadian tidak berbuat banyak, karena kalah jumlah. Polisi hanya mencoba menenangkan massa yang emosi serta mengamankan sejumlah WNA yang belum sempat melarikan diri.

Setelah dilakukan penyisiran ke beberapa tempat di sekitar perusahaan, sebanyak 128 WNA berhasil dikumpulkan dan kemudian dibawa ke Kota Ketapang menggunakan empat truk.

Ahli waris lahan yang digunakan oleh PT. SRM, Imran, mengatakan sengketa lahan tersebut telah berlangsung cukup lama. Namun, sampai saat ini tidak ada itikad baik dari perusahaan untuk menyelesaikan ganti rugi lahan.

“Sampai hari ini tidak ada penyelesaian. Kemarin sudah ada kesepakatan antara kami dengan perusahaan. Perusahaan tidak boleh beroperasi sebelum penyelesaian ganti rugi, tapi nyatanya perusahaan mengingkari itu,” kata Imran, Jumat (18/9).

Pada sejumlah lahan milik keluarganya yang memiliki SKT terbitan tahun 1962. Namun, lahan tersebut dibeli oleh perusahaan melalui oknun warga desa dengan membuat SKT baru. Selain itu, banyak lahan yang sudah memiliki sertifikat, namun belum diganti rugi oleh perusahaan.

Imran berharap agar pihak perusahaan, termasuk Direktur PT. SRM, melakukan ganti rugi. Bahkan, upayanya untuk menyelesaikan permasalahan ini tidak pernah digubris oleh perusahaan.

“Lahan yang kami persoalkan sesuai pengukuran sendiri ada sekitar 85 persen wilayah perusahaan masuk ke dalam lahan ahli waris,” jelasnya.

Imran menambahkan, sejak beroperasi pada Oktober 2018 lalu, pihak perusahaan sama sekali tidak memperkenankan pemilih lahan untuk masuk dalam areal pabrik? Padahal di dalam aturan manajemen perusahaan, ada pembagian saham sebesar 25 persen milik ahli waris yang juga sampai saat ini tidak pernah diberikan.

Untuk itu, Imran berharap agar persoalan ini dapat diselesaikan secepat mungkin. Perusahaan diminta untuk melakukan kewajiban-kewajiban kepada ahli waris dan tidak lagi mengadu domba masyarakat dengan membuat spanduk yang mengatasnamakan masyarakat.

“Akibat perbuatan perusahaan, masyarakat menjadi marah. Ke depan kita minta agar masyarakat diberdayakan sebagai pekerja. Sejauh ini mayoritas pekerja adalah orang asing yang pekerjaannya bisa dilakukan oleh masyarakat lokal,” terangnya.

Soal WNA di lokasi PT. SRM, Kepala Imigrasi Kelas III Ketapang, Rudi Adriadni, angkat bicara. Pihaknya membenarkan adanya WNA dan TKA di PT. SRM. Namun, jumlahnya tidak sampai ratusan. Berdasarkan data yang dimilikinya, hanya ada 80-an TKA di lokasi PT. SRM. “Yang terdata di kami itu hanya sekitar 80-an orang saja,” katanya pada Jumat 18 September 2020 lalu.

Rudi mengaku baru mengetahui ada ratusan WNA di PT. SRM setelah ada kerusuhan di perusahaan tersebut.

“Saya baru dapat informasinya tadi malam. Adanya 128 TKA yang diinapkan di Hotel Grand Zuri dan Aston. Saat ini kami sedang melakukan pendataan terhadap para TKA itu,” jelasnya.

“Berdasarkan data yang dilaporkan oleh PT. SRM hanya 80 orang TKA saja. Selebihnya kita belum tahu statusnya. Makanya kita masih melakukan pendataan dulu untuk mencocokkan,” ungkapnya. (ujaran)