LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Polemik posisi ketua Majelis Adat Aceh yang beberapa waktu lalu menyedot perhatian publik Aceh hingga saat ini belum ada kejelasan meski Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh telah memerintahkan Gubernur Aceh untuk mengembalikan H. Badruzzaman Ismail, SH, M.Hum sebagai Ketua MAA sesuai hasil mubes 2018.
Pengamat politik dan kebijakan publik, Usman Lamreung mengecam sikap tidak patuh Gubenrur Aceh, Nova Iriansyah.
“Negara ini negara hukum, ketidakpatuhan Nova adalah contoh buruk bagi penegakkan hukum dan tidak sepatutnya dipertontonkan di hadapan rakyat Aceh terlebih lagi dengan posisinya sebagai gubernur kepala daerah”, tegas Usman.
Katanya, sikap Nova dimaklumi jika perintah pengadilan saja tidak didengar dan tidak dipatuhi maka sulit berharap hukum bisa tegak di negeri ini. Pemimpin yang semestinya berada di garda terdepan mewujudkan supremasi hukum justru melanggar dan tidak mengindahkan hukum.
“Inikan statusnya sudah inkrah, sudah jadi putusan pengadilan. Kalau tidak diindahkan juga ini kan sudah batat tungang namanya. Petantang-petenteng dihadapan hukum”, ketus Usman.
*Kasus Kadisbudpar Aceh*
Untuk kasus Kadisbudpar Aceh
Usman juga menyebutkan bahwa arogansi dan hoby gubernur Aceh Nova Iriansyah menabrak hukum dan aturan dalam penetapan dan pengangkatan pejabat di lingkup birokrasi Pemerintah Aceh sesungguhnya bukan hanya pada kasus ketua MAA, tapi sedari awal juga pada kasus jabatan kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, namun selama ini luput dari perhatian publik.
Sebagaimana diketahui rekrutmen pejabat eselon II di lingkup pemerintah Aceh di awal kepemimpinan Irwandi-Nova dilakukan melalui mekanisme fit and proper test. Untuk posisi kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh waktu itu muncul tiga nama yang mencuat dalam fase tiga besar yaitu Asnawi, Abubakar, dan Zulkarnaini.
Tapi anehnya tidak satupun dari tiga nama di atas yang ditetapkan dan dilantik menjadi kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. Nova yang waktu itu sudah berstatus Plt. Gubernur Aceh malah melantik Jamaluddin yang sebelumnya disebut-sebut adalah pejabat di Dinas Keuangan Aceh.
“Jadi Kepala dinas yang dilantik tidak lahir dari skema fit and proper test. Nova dalam hal ini jelas-jelas melanggar dan mengkhianati komitmen kepemimpinan Irwandi-Nova untuk melakukan rekrutmen kepala SKPA secara terbuka dan demokratis” kata Usman.
Usman menilai kesewenang-wenangan Nova ini adalah preseden buruk bagi semangat reformasi birokrasi. Bukannya membenahi Nova Iriasnyah dinilai Usman malah merusak birokrasi, memperlakukan birokrasi sesuka hati dan seenak perutnya bagaikan perusahaan pribadi tanpa mengindahkan aturan, etika, norma-norma hukum dan kepatutan.
“Sama seperti MAA, dalam kasus Kadisbudpar Aceh Nova sebenarnya juga sangat layak untuk diPTUN-kan”. Kalau perlu diinvestigasi ada tidak dea-deal dan praktik-praktik gratifikasi dibalik kebijakan ilegal ini. Jika ada bawa saja ke ranah hukum”, tegas Usman.
Usman juga menyorot oknum pejabat yang dilantik dan mendapat hadiah jabatan dari gubernur Nova. Menurut Usman pejabat yang terlibat dalam persekongkolan ilegal ini bukanlah ASN yang memiliki mentalitas, etika, dan integritas yang baik.
“Pejabat seperti ini perlu diberi sanksi berat, pilihannya bisa penurunan pangkat, diblack list dari daftar mutasi, dan dibangku-panjangkan menjadi staf sampai ia pensiun, agar ada efek jera, menjadi peringatan sehingga tidak terulang lagi dalam tata kelola birokrasi Pemerintah Aceh di masa-masa yang akan datang”, pungkas Usman. (Red)