LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Krueng Peusangan Isfadli SE, angkat bicara menanggapi Pemandangan umum Gabungan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ditemui lintasnasional.com, di raung kerjanya, Rabu, 18 Agustus 2021 Direktur PDAM Krueng Peusangan, Isfadli SE menyebutkan, terkait PAD yang tidak dipungut oleh Pemerintah Bireuen dari PDAM Krueng Peusangan selama ini masih perlu dikaji dan di analisa bersama.
Menurut Isfadli, sejauh ini pihak PDAM Krueng Peusangan tidak pernah dipanggil oleh DPRK untuk duduk bersama membahas tentang PAD Bireuen.
“Berdasarkan perintah Undang-undang kata Pemerintah wajib memberikan air bersih kepada masyarakat sekurang-kurangnya sebesar 80% dari keseluruhan penduduk,” sebut Isfadli
Merujuk kepada Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia 18 Februari 2009, bahwa untuk meningkatkan kualitas air minum bagi masyarakat, Pemerintah Daerah harus memperhatikan amanat Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2025 tentang penetapan RPJMN 2004-2009, khususnya mengenai perluasan pelayanan air minum dengan sistem perpipaan secara nasional sebesar 40%. Dan millenium Development Goals (MDGs) dimana Pemerintah Indonesia setuju untuk dapat mengurangi separuh proporsi penduduk yang belum memiliki akses air bersih yang aman dan bekerlanjutan dengan target pelayanan air perpipaan di wilayah perkotaan sebesar 80% dan pedesaan 60% pada tahun 2015.
Namun, dari pokok-pokok penyusunan APBD 2010, disebutkan agar pemerintah daerah tidak menetapkan target pendapatan yang berasal dari setoran laba bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang cukupan pelayanan belum mencapai 80% dari jumlah penduduk dalam wilayah administrasi Daerah Kabupaten Kota pemilik PDAM.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 690/477/SJ tanggal 18 Februari 2009. Perihal percepatan terhadap program penambahan 10. Juta Sumbangan rumah air minum tahun 2009 sampai 2013.
“Hanya saja, saat ini di Bireuen pelayanan dan kemampuan subsidi PDAM Bireuen untuk air segar baru mencapai 30%,” lanjutnya
Namun, tambah Isfadli, bila capaian pelayanan baru mencapai 30%, pihaknya belum patut atau belum berhak membayar PAD.
“Tetapi, semua itu tergantung dari pemerintah Bireuen. Karena pemilik PDAM adalah Bupati dan DPRK,” katanya.
Lebih lanjut Isfadli mengatakan, bila pun ada Qanun yang mewajibkan PAD dari PDAM, pihaknya bersedia memberikan sesuai dengan apa yang dialokasikan.
“Bila keuangan PDAM belum cukup, otomatis kita akan memberikan solusi tarifnya. Tarif ini akan membebankan masyarakat” ujarnya.
Menurutnya, di satu sisi PAD bagus untuk menunjang dan membangun Daerah, di sisi lain akan membebankan masyarakat.
Sebenarnya, sebut Isfadli, hal itu tidak menjadi masalah, dirinya sebagai pekerja di Pemerintah bersedia memberikan PAD. Tetapi para pihak harus duduk bersama untuk mengkaji dan menganalisa terkait permasalah tersebut.
“Plus minusnya yang perlu kita kaji,” tuturnya.
Sementara itu Isfadli menyebutkan, bila pemerintah memaksakan harus ada PAD, otomatis kita harus mengkaji tarif. Tarif ini ditanggung konsumen, sementara konsumen adalah rakyat. Artinya rakyat yang akan terbebani.
“Bila pemerintah memaksakan PAD otomatis saya harus menaikan tarif, tidak ada cara lain, karena pemasukan PDAM dari pelanggan. Konsumennya adalah rakyat,” ungkapnya. [ ]
Laporan Adam Zainal