
LINTAS NASIONAL – ACEH TIMUR, Kegiatan Bimtek Satgas Covid19 yang menggunakan Dana Desa yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan Aparatur Negara (LEMPANA) asal Medan di salah satu hotel di Idi Aceh Timur merupakan program money oriented semata.
Hal itu disampaikan oleh Ketua LSM GeMPAR Aceh Auzir Fahlevi SH pada Senin 23 Mei 2022, ia menyebutkan Bimtek yang dilaksanakan oleh pihak Ketiga bekerjasama dengan APDESI hanya berorientasi untuk mengejar keuntungan materi semata.
Menurut Auzir, APDESI Aceh Timur selaku lembaga yang mewadahi komunitas Keuchik atau Kepala Desa di Aceh Timur harus bertanggung jawab secara hukum.
“APDESI telah menyurati para Keuchik melalui Ketua Apdesi Kecamatan untuk mengikuti Bimtek tersebut dengan membawa nama institusi tertentu dan diharuskan menyetor dana sebesar 10 Juta untuk 2 peserta per Desa,” kata Auzir Fahlevi
Auzir mengatakan, berdasarkan ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 8 Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Cara Kerjasama Desa di Bidang Pemerintahan Desa secara jelas sudah disebutkan bahwa proses pelaksanaan kegiatan apapun terkait kerjasama dengan pihak ketiga baik dengan Ormas atau Lembaga Swasta lainnya harus sesuai dengan aturan Perundang-Perundangan yang berlaku.
Tidak hanya itu saja, menurut Auzir, pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama melalui kesepakatan Musyawarah Desa
Selanjutnya juga disebutkan bahwa Peraturan Bersama dan Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3) paling sedikit memuat : a. ruang lingkup kerja sama; b. bidang kerja sama; c. tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;d. jangka waktu; e. hak dan kewajiban; f. pendanaan; g. tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan h. penyelesaian perselisihan.
“Yang paling penting adalah Kerja Sama antar Desa dan kerjasama dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan Desa dan kemampuan APB Desa, jadi bukan dengan cara menggerogoti dana desa sesuka hati hanya karena takut berhadapan dengan institusi tertentu,” jelas Advokat asal Simpang Ulim itu
Sebenarnya kata Auzir, Camat atau sebutan lain atas nama Bupati/Wali Kota memfasilitasi pelaksanaan kerjasama antar Desa ataupun kerja sama Desa dengan pihak ketiga, ini beberapa pointer atau amanat dari Ketentuan Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 yang sampai sekarang masih berlaku dan belum dicabut.
Pertanyaannya, apakah Bimtek LEMPANA ini sudah dilakukan menurut mekanisme yang sudah diatur dalam Permendagri tersebut? jika tidak, maka siapapun yang berada dibalik acara Bimtek tersebut harus menanggung secara bersama-sama terkait konsekuensi hukumnya terutama APDESI Aceh Timur,” tegas Auzir
Kemudian lanjutnya, kegiatan Bimtek LEMPANA tersebut juga mengangkangi Pasal 5 sampai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDT) Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022.
“Dalam Permen PDT itu disebutkan bahwa Prioritas Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk program dan/atau kegiatan percepatan pencapaian SDGs Desa melalui Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa, Program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa dan mitigasi dan penanganan bencana alam dan non alam sesuai kewenangan Desa,” lanjutnya
Menurut Auzir, item kegiatan yang patut dan relevan dilakukan oleh Pemerintahan Desa saat ini sudah dijabarkan dalam Permen PDT seperti penanggulangan kemiskinan untuk mewujudkan Desa tanpa kemiskinan. Pembentukan, pengembangan dan peningkatan kapasitas pengelolaan badan usaha milik Desa/badan usaha milik Desa bersama untuk pertumbuhan ekonomi Desa merata dan Pembangunan serta pengembangan usaha ekonomi produktif yang diutamakan dikelola badan usaha milik Desa/Badan usaha milik Desa bersama untuk mewujudkan konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan.
“Jadi kegiatan Bimtek LEMPANA itu menurut hemat kami bukanlah hal urgen dan prioritas untuk dilakukan pada kondisi ekonomi sulit ditengah pandemi Covid 19 apalagi item pengadaan barang dan jasa dalam kegiatan Bimtek itu terindikasi Mark up dan ini berpotensi menimbulkan kerugian negara sesuai keterangan Pihak Inspektorat Aceh Timur di sejumlah media yang dapat di pidana berdasarkan ketentuan pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi,” imbuh alumni Fakultas hukum Unsyiah itu
Pasal 2 ayat (1) berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pasal 3 yaitu “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Silahkan saja hari ini APDESI Aceh Timur Pasang Badan dan melakukan Pembenaran secara Subjektif. ingat, ini sudah yang kedua kalinya Apdesi Aceh Timur melakukan kegiatan yang sama sejak Tahun 2020 lalu dengan menggandeng LEMPANA, ini jelas konspirasi dan korporasi terselubung yang tidak bisa ditolerir, terlepas mereka merasa punya backing. Apalagi sampai membawa-bawa nama institusi Polres Aceh Timur, ini harus diklarifikasi secara gentleman,” pungkas Auzir Fahlevi SH (AN)