Iklan DPRK Aceh Utara untuk JMSI

Iklan Lintas Nasional

Duhi Takzim untuk Muzakkar, Sengkarut di Rantai Akal 

Oleh: Adam Zainal

Duhi takzim yang dilakukan anggota DPRK kepada Bupati Bireuen Muzakar laksana hormat takzim seorang murid kepada gurunya (menjadi kewajiban atas kebiasaan yang sering dilakukan, pula sebagai perbuatan yang amat mulia). Akan tetapi, takzim anggota DPRK terhadap bupati bukanlah hal yang wajar. Hal ini akan menjadi asumsi liar bagi masyarakat. Tentunya tak akan menjadi teladan yang baik, tetapi menjadi sejarah silam masa depan”.

Bukan Bireuen namanya, bila tiada sunyi senyapnya, baik dalam gema zikir, hiruk-pikuk, deru bising, bahkan pada lontaran-lontaran dan pernyataan kritis para aktivis, tokoh masyarakat, praktisi, serta akademisi. Semua pemangku jawatan di kota itu tetap memilih “sunyi senyap” alias “diam merayap” walaupun sempat didemo berkali-kali oleh mahasiswa.

“Sunyi senyap” merupakan peribahasa luhur dari mendiang Bupati Bireuen H. Saifannur, S,Sos di awal menjadi pemimpin Bireuen pada 2018 lalu. Namun, jargon itu telah menjadi santapan dan konsumsi publik sehari-hari.

Sepulangnya almarhum Saifannur keharibaan Tuhan pada 19 Januari 2020, Bireuen serupa kapal yang tiada nahkoda. Singkat cerita, Muzakkar A Gani sebagai wakilnya kala itu sah menjabat sebagai Bupati di kota berjuluk Kota Juang tersebut.

Posisi Muzakkar yang awalnya menjabat sebagai Wakil Bupati langsung didapuk sebagai Plt. Bupati sesuai dengan Surat penunjukan bernomor 131.11/717/SJ. Surat itu ditujukan kepada Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

Dalam surat itu dijelaskan bahwa berdasarkan ketentuan pasal 79 ayat 1 huruf a Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, ditegaskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia.

Bak gayung bersambut, atau serupa seorang sufi terbangun ditengah malam lailatul qadar, nasib baik berpihak kepada Muzakkar A. Gani. Dengan ilham Tuhan yang Maha Esa, kini ia sah menjadi orang nomor satu di Kota Santri tersebut.

Pada 20 Juni 2020, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah, MT melantik Muzakkar A. Gani sebagai Bupati Bireuen untuk sisa masa jabatan tahun 2017-2022, dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) di Gedung DPRK Bireuen.

Namun, hegemoni politik “sunyi senyap” tetaplah terawat dengan baik, tumbuh subur dan makmur di lingkungan istana. Rakyat Bireuen, tak hanya terkurung dalam sangkar harapan, namun juga dirantai ratap kehampaan. Tiadalah kasih sayang, tiada lagi kepedulian, semua seakan menjadi “sengkarut dirantai akal”.

Apa hendak dikata, semua merupakan kehendak Yang Maha Kuasa. Namun, sebagai manusia yang dipilih dan dikehendaki memegang tampuk kekuasaan, tugas seorang Bupati tak hanya menjamu tamu agung dari luar, pun tak hanya sekadar sibuk “potong pita” di acara-acara seremonial semata.

Pendek kata, hampir benar dengan apa yang disampaikan DPRK Bireuen, pada Sabut 14 Agustus 2021 lalu, dibawah pimpinan Muzakkar roda pemerintahan Bireuen begitu lemah. Akan tetapi, “lemah” yang dimaksud oleh wakil rakyat di gedung terhormat itu dapat diartikan dengan makna yang luas oleh publik Bireuen hari ini.

DPRK sendiri menilai Muzakkar selaku Bupati Bireuen tak mampu melahirkan terobosan-terobosan baru. Bahkan tak memiliki daya dan upaya negosiasi dan lobby untuk membawa pulang program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, baik di tingkat Provinsi maupun Pusat (Jakarta).

Hal itu dapat dilihat dari pemandangan DPRK pada rapat akhir Qanun pertanggungjawaban tahun anggaran 2020, sebagaimana diutarakan Fraksi Partai Aceh.

“Kami Fraksi Partai Aceh menilai Bupati belum mampu melahirkan terobosan-terobosan dalam membangun Kabupaten Bireuen,” kata Teungku Amryadi selaku penanggap Fraksi PA pada Rapat Pendapat Akhir Fraksi-fraksi di DPRK terhadap rancangan qanun pertanggungjawaban Tahun Anggaran 2020, Sabtu 14 Agustus 2021.

Selain itu, Fraksi PA juga menilai bahwa posisi Bupati yang tanpa didampingi oleh wakil Bupati menjadi salah satu penyebab lemahnya kinerja Pemerintahan Bireuen.

Kembali lagi kepada setahun lebih tahta Muzakkar, serta lemahnya negosiasi dan lobby dalam membangun Bireuen sebagai kota Santri Peradaban sebagaimana diagung-agungkan dalam setiap pertemuan dan acara seremonialnya.

Sejauh amatan lintasnasional.com sebagai seorang Bupati, Muzakkar hanya mencari posisi aman. Bahkan apatis dan tak memiliki gebrakan apapun yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Hal ini mungkin dapat ditepis oleh kondisi pandemi yang sedang melanda, namun akan berbenturan bila dicerna dengan nalar waras dan logika.

Seharusnya, dalam keadaan tersempit dan morat-marit seperti sekarang, sebagai orang nomor satu di Bireuen Muzakkar harus berada di tengah-tengah masyarakat, apalagi masyarakat yang berdampak pandemi dari sisi ekonomi, sosial, dan mata pencaharian.

Akan tetapi apa yang hendak didulang, “sengkarut dirantai akal”. Artinya, bila telah hilangnya akal pemangku jawatan, akan merambah pada pupusnya akal masyarakat yang sudah menghibahkan hak pilihnya kepada Bupati dan wakil rakyatnya pada setiap pesta demokrasi.

Hal itu menandakan, bahwa rambu-rambu kekecewaan dan gezah-gezah mis kepercayaan mulai tumbuh di hati masyarakat, ini menjadi peringatan supaya “sumur keruh janganlah ditimba”. Mungkin peribahasa itu cocok untuk menggambarkan keadaan Bireuen hari ini di bawah pimpinan Muzakkar yang terkesan hanya mencari titik aman dalam segala soalan yang sedang terjadi, serta sekelumit masalah yang sedang dihadapi masyarakat Bireuen hari ini.

Diatas tahta agungnya, Muzakkar mampu meminit keadaan. Kondisi itu dimanfaatkan sebagai langkah cerdik untuk bisa mengangkang kaki kemanapun sebagai strategi dan taktis yang tak bisa dikalahkan. Kepiawaian Muzakkar dalam memimpin roda pemerintah Bireuen seorang diri sungguhlah patut diacungi jempol.

Sejauh kepemimpinannya, Muzakkar tak hanya mampu menjinakkan kelompok dan ormas-ormas pemuda yang kritis, namun juga berhasil membungkam lembaga DPRK terhormat untuk duduk manis, diam dan menyaksikan lakon yang sedang dimainkan oleh Muzakkar seorang diri dibawah perangkat kerjanya, terkesan DPRK dibuat serupa kanak-kanak yang sedang menonton film animasi di pagi Minggu yang ceria.

Strategi yang dibangun Muzakkar selama ini tak dapat ditafsirkan oleh siapapun. Bahkan tak kuasa dinalarkan oleh empat puluh otak-otak cerdas dan jiwa-jiwa kritis yang ada di parlemen DPRK Bireuen hari ini. Dengan bungkamnya legislatif menjadi keberhasilan bagi Muzakkar untuk berbuat sesuka hati. Pola permainan yang dimainkannya sampai dengan hari ini belum mampu ditepis atau dikalahkan oleh rivalnya di DPRK.

Duhi takzim yang dilakukan anggota DPRK kepada Muzakar laksana hormat takzim seorang murid kepada gurunya (menjadi kewajiban atas kebiasaan yang sering dilakukan, pula sebagai perbuatan yang amat mulia). Akan tetapi, takzim anggota DPRK terhadap Bupati bukanlah hal yang wajar. Hal ini akan menjadi asumsi liar bagi masyarakat. Tentunya tak akan menjadi teladan yang baik, tetapi menjadi sejarah silam masa depan.

Secara kelembagaan, Legislatif berdiri sejajar dengan eksekutif, yang jika di nalarkan dalam sudut pandang yang sempit, keduanya memiliki ‘Mah’ dan martabat yang sama. Apalagi bila ditafsirkan secara detail dan menyeluruh sesuai dengan perintah dan amanat konstitusi.

Namun, diakui atau tidak, secara politis dan secara apapun, Muzakkar adalah pemenangnya, apalagi giwang wakil rakyat berhasil dibuatnya  bertekuk lutut dan duhi takzim di hadapannya. Lagi-lagi, Muzakkar adalah juaranya, dan DPRK Bireuen hari ini bukanlah rival yang sepadan bagi seorang Muzakkar yang cerdik, lincah nan jeli.

Seperti permasalahan pelaksanaan Bimtek Dana Desa, Sebenarnya, bila dikaji dan ditelaah lebih jauh, Muzakkar adalah orang pertama yang membuka “gerbang” Bimtek di Bireuen. Hal itu dapat dipelajari dan dicermati dari Peraturan Bupati tahun 2020, yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen. Lagi-lagi, dalam perkara carut-marut Bimtek tersebut Muzakkar juga keluar sebagai pemenangnya. Pun, segala sesuatu program tak berjalan (terlaksanakan) tanpa dikehendaki oleh tampuk jawatan.

Sebelumnya, beriringan dengan banyaknya penolakan dari masyarakat dan LSM serta pemberitaan di berbagai media terkait giat dan membludaknya Bimtek aparatur desa di Bireuen, Muzakkar telah melarang pelaksanaan kegiatan bimtek tersebut melalui Surat Edaran (SE) Bupati Bireuen Nomor 140/ 140/590, tentang Penundaan Kegiatan Bimtek Aparatur Gampong Dalam Masa Bupati Bireuen juga menegaskan bahwa segala pelatihan maupun Bimtek yang bersumber dari dana desa, itu dihentikan hingga batas waktu yang telah ditentukan. Surat Edaran (SE) tersebut dikeluarkan pada tanggal 5 Mei 2021

Secara kasat mata, roda pemerintahan Bireuen dibawah pimpinan Muzakkar terlihat aman-aman saja, sebagaimana aman dan tentramnya kondisi Bireuen saat ini. Bahkan, dengan munculnya sekelumit masalah, sebagai seorang Bupati Muzakkar masih terlihat santai nan lugas. Sejauh ini Ia tak pernah memberikan keterangan apapun terkait permasalahan yang sedang melanda secara resmi di media.

Permasalahan Bireuen hari ini, bukan saja terkait soalan pro-kontra Bimtek semata. Bila dilihat lebih jauh, amat banyak masalah lain yang lebih urgen daripada masalah bimtek, seperti pengelolaan dana refocusing untuk penanganan Covid-19, keterlanjuran pembayaran gaji 13 PNS yang tersandung hukum, urusan pungutan Pendapat Asli Daerah (PAD), lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang tak jelas izin dan peraturannya, serta pertanggungjawaban Dana Hibah Tahun Anggaran 2020 di 17 Masjid, dan Dana Hibah untuk salah satu ormas dengan total keseluruhan sebesar Rp. 305.000.000,00,-

Belum lagi temuan-temuan lain dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Aceh Tahun Anggaran 2020.

Selanjutnya, ditambah dengan aset Pemda yang semrawut dan tidak jelas keberadaannya, serta dokumen-dokumen bukti pertanggungjawaban yang disewakan ke pihak ketiga, seperti aset tetap, aset tanah, aset bergerak peralatan dan mesin, serta aset ternak (sapi), dan masih banyak temuan-temuan lainnya.

Dengan demikian, Lintasnasional.com juga ikut mengucapkan hatur takzim ke hadapan Muzakkar selaku bupati tunggal di Bireuen yang selalu keluar sebagai pemenang dalam keadaan dan persoalan apapun. Hal itu barangkali dapat dikuatkan dengan hadiah yang saban tahun diterima oleh Pemerintahan Bireuen berupa opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) sebagai prestasi agung yang tak bisa serta-merta disepelekan. [ ]

Salam! Bireuen adalah Kita….