LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Bocornya buku dokumen usulan program Pokok Pikiran (Pokir) Anggota DPRA Tahun 2023 yang kemudian menjadi konsumsi publik cukup mengagetkan karena baru kali ini terendus ke ranah publik secara mendetail.
Pada tahun-Tahun sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi dan bahkan sangat tertutup untuk dapat diakses oleh masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR) Aceh Auzir Fahlevi SH pada Selasa 21 Februari 2023, menurutnya, bocornya dokumen tersebut tidak dapat dipandang sebagai bentuk keterbukaan informasi terhadap publik sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 karena indikasinya dokumen ini terkesan sengaja dibocorkan oleh pihak-pihak tertentu dan tentunya ada tendensi politis dibalik semua ini.
“Tapi dalam konteks Transparansi dan Akuntabilitas anggaran, dokumen anggaran yang notabene berasal dari dana publik itu berhak diketahui oleh siapapun tanpa harus dibocorkan,” kata Auzir
Alumnus Fakultas Hukum Unsyiah itu menyebutkan di zaman teknologi saat ini bisa saja Pemerintah Aceh selaku eksekutif dan DPRA selaku legislatif seharusnya membuat aplikasi yang bisa didownload oleh masyarakat luas terkait alokasi anggaran dan peruntukannya secara terbuka atau dibagikan melalui modul dan sejenisnya di daerah Daerah pemilihan anggota DPRA baik yang melalui Pokir atau dana reguler lainnya.
“Setelah menggali beberapa keterangan dari berbagai pihak, kami dapat menyimpulkan bahwa bocornya dokumen Pokir anggota DPRA ini memang disengaja dan menimbulkan beragam spekulatif diantaranya ada “perang dingin” antara Pemerintah Aceh dalam hal ini Pj Gubernur dengan Anggota DPRA,” tutur Auzir yang juga Praktisi Hukum itu
Auzir menyebutkan, hal ini bisa dilihat dari rentetan statemen Anggota DPR RI dari Gerindra yang juga Ketua Gerindra Aceh Fadhlullah atau Dekfat dan kemudian berasal dari Anggota DPRA dari Gerindra Safaruddin terkait evaluasi kinerja Pj Gubernur Aceh.
“Dalam kacamata politis, untuk tidak terlalu terbuka maka sengaja dokumen Pokir DPRA ini dibocorkan ke publik untuk memantik antipati publik terhadap DPRA, jadi bocoran dokumen Pokir anggota DPRA ini menurut kami by Design tapi serangan ini tidak ditujukan personal tapi kolektif untuk semua anggota DPRA seolah-olah tidak ada permasalahan apapun, gamblangnya, bocornya dokumen Pokir DPRA itu didalihkan untuk keterbukaan informasi publik,” imbuh Auzir
Padahal kalau mau fair dan seimbang sebut Auzir, usulan dana yang juga berasal dari Pemerintah Aceh dalam hal ini dari Tim Anggaran Pemerintah Aceh juga harus dipublis, tidak ada istilah dibocorkan melalui grup WhatsApp dan lain-lain, ia meminta dibuka saja ke publik melalui Dinas Kominfo Provinsi sampai ke Pihak Kecamatan dan Desa Se Aceh.
“Disisi lain kami juga mendapat informasi akurat bahwa bocornya dokumen Pokir DPRA ini ke publik juga tidak terlepas dari adanya gap atau sentimen di internal anggota DPRA sendiri yang merasa didiskriminasi terkait jumlah nominal dana Pokirnya,” imbuhnya
Pasalnya kata Auzir, ada perbedaaan signifikan terkait alokasi Pokir anggota DPRA diantaranya dominan mendapat 8 Milyar lebih, tapi selebihnya ada yang mendapat 10 Milyar, 17 Milyar, 19 Milyar, 20 Milyar, 22,24 dan 25 Milyar bahkan ada yang 41 Milyar, 56 Milyar, 57 Milyar, 61 Milyar, 85 Milyar, 91 Milyar dan 135 Milyar.
“Jadi dari info yang kami dalami, ada kesenjangan diantara anggota DPRA baik yang terdiri dari anggota Banggar dan Non Banggar termasuk di Komisi dan Fraksi, ada geng atau kroni tertentu di dalam tubuh DPRA sehingga hal tersebut memicu perselisihan internal sehingga yang mendapat kucuran dana Pokir sedikit akan diuntungkan dengan kondisi tersebut karena akan memiliki alasan kepada masyarakat Konstituen di Dapilnya akibat tidak mampu mengakomodir kepentingan timses maupun konstituen akibat keterbatasan anggaran Pokir,” jelasnya lagi
GMPAR Aceh mempersoalkan terkait banyaknya alokasi anggaran Pokir DPRA itu yang berada diluar Dapil seperti anggota DPRA Dapil Pidie dan Pidie Jaya, itu alokasi anggaran lebih banyak diluar Dapilnya seperti di Aceh Besar dan Banda Aceh, begitu juga Anggota DPRA Dapil Aceh Timur, alokasi anggarannya banyak juga berada diluar Dapil seperti Pidie, Aceh besar dan juga Banda Aceh serta Tamiang.
“Nama-Nama Anggota DPRA yang mengalokasikan dana Pokirnya secara dominan diluar Dapilnya akan kami laporkan ke KPK karena ada indikasi jual beli Proyek Pokir dengan Cash Back besar diluar Dapilnya,” tegas Auzir Fahlevi (AN)