
LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh sesalkan sikap Polsek Samalanga yang diduga menolak laporan korban kesalahfahaman antara seorang perempuan paruhbaya dengan kepala desa (Keuchiek) di Gampong Calok, Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen yang berujung pemukulan.
“Tidak layak seorang Keuchik memperlakukan hal demikian terhadap warganya, apalagi itu perempuan. Pun dampaknya itu berat, ada anak-anak yang menjadi korban,” demikian disampaikan Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul kepada lintasnasonal.com, Senin 25 Oktober 2021 malam.
Menurut Syahrul, yang menjadi masalah adalah perkelahian di desa, itu tidak baik. Harusnya kepala desa itu bila ada masalah dia yang menyelesaikannya.
“Harusnya bila ada amarah, kekisruhan dan perselisahan kepala desa yang selesaikan, bukan sebaliknya,” ujar Syahrul.
Selain itu, dari keterangan yang didapatkan LBH dari Muksalmina, selaku anak korban yang paling parah dalam kasus tersebut, kata Syahrul ketika pihak korban datang ke Polsek Samalanga untuk membuat laporan, dan polisi yang piket pada saat itu mengeluarkan kata-kata bahwa kasus ini tidak bisa diterima laporannya karena sudah lewat dari 1×24 jam.
“Harusnya polisi tidak bisa demikian,” terang Syahrul.
Bila dilihat dari KUHP dan Peraturan Polri, sebut Syahrul, apapun tindak pidananya, siapapun pelakunya dan siapapun korbannya, maka polisi wajib menerima laporan. Perkara nanti diselesaikan di tingkat Gampong, itu nanti dalam proses penyelesaiannya.
“Seharusnya terima dulu laporannya, apalagi korbannya perempuan dan parah,” pungkasnya.
Syahrul mengatakan, ketidakberdayaan perempuan itu ganda, karena korban. Seharusnya polisi melalui unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) memberi fasilitas khusus terhadap korban.
“Sangat kita sayangkan, baik secara moral, sikap polisi patut dipertanyakan, secara etika juga patut dipertanyakan, bahkan secara perundang-undangan,” tutur Syahrul.
Lebih lanjut, Syahrul menyebutkan kasus penolokan laporan memang sedang menjadi budaya, dan itu mencoreng penegakan hukum di Indonesia.
Ia menambahkan, meskipun kasus ini sudah pada tahap kekerasan, harapannya bila ada langkah-langkah mediasi kedepan dapat memposisikan perempuan benar-benar pada perspektif korban.
“Jangan karena dia kepala desa, tetap menyalahkan korban. Tapi harus memposisikan bahwa perbuatan kepala desa itu salah. Keuchik orang yang mengayomi, bukan malah yang berlaku demikian,” paparnya.
Sementara itu, lanjut Syahrul, bila arah mediasi maka harus mampu menjamin pemulihan terhadap korban, baik secara fisik, psikologi maupun secara sosialnya.
“Jangan sampai mediasi ini hanya sekadar maaf-maafan, tapi korban tetap dibully di desanya, bahkan tidak dilayani secara sosial oleh desa,” katanya.
Menurut Syahrul, ada tiga hal yang harus diperhatikan bila terjadi mediasi dan terjadi perdamaian. Pertama, pemulihan korban secara fisik dan psikologis. Kedua, pemulihan secara sosial, jangan sampai kedepan korban dicemooh oleh orang kampung dan perangkat desa.
Menanggapi hal tersebut Kapolsek Samalanga Iptu Husni Eka Jumadi SH membantah menolak Laporan korban pemukulan yang dilakukan oleh oknum Keuchik Gampong Calok Kecamatan Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen.
“Kita tidak pernah menolak laporan warga yang ingin melaporkan kasus tersebut, pihak korban mungkin menemui petugas piket, namun saya belum melakukan kroscek secara detail,” demikian disampaikan oleh Iptu Eka Jumadi saat dikonfirmasi lintasnasional.com pada Selasa 26 Oktober 2021
Menurut Iptu Eka kemungkinan anggotanya menyarankan untuk mediasi saja terkait insiden antara Keuchik dan salah satu warganya.
“Mungkin petugas piket menyarankan untuk mediasi, tidak ada itu menolak laporan, kita tidak bisa menolak siapapun yang ingin melapor,” ulang Iptu Eka
Terkait pengakuan korban bahwa pihaknya menolak laporan karena sudah lewat 1X24 jam, Iptu Eka meminta waktu untuk melakukan pengecekan ke Anggotanya.
“Saat ini kita sedang sibuk menangani vaksinasi untuk warga, jadi agak kurang update terkait masalah itu, nanti saya cek lagi ke anggota,” ungkap Iptu Eka
Iptu Eka menyebutkan, pihaknya sudah mencoba melakukan mediasi tahap pertama dengan Keluarga Adneni dan Keuchik yang melibatkan Camat, perangkat Gampong namun gagal.
“Mediasi tahap pertama gagal, karena pihak Keluarga Korban tidak hadir, Rabu (Besok) 27 Oktober 2021 akan dilakukan mediasi tahap 2 di Kantor Polsek dan sudah ada kesepakatan kedua pihak,” lanjut Iptu Eka
Ia juga menyebutkan, jika mediasi tahap 2 mentok dan tidak ada titik temu maka dipersilakan untuk melanjutkan ke ranah hukum.
“Dari kronologi kejadian, kedua pihak sebagai korban dan kedua pihak tersangka, maka kita dari awal menyarankan agar kasus tersebut dilakukan mediasi,” tutup Iptu Eka (Adam Zainal)