LINTAS NASIONAL – ACEH TENGAH, Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar resmi berdamai dengan wakilnya Firdaus.
Perdamaian dilakukan setelah Firdaus sebelumnya mengancam untuk membunuh Shabela.
Keduanya kemudian menandatangani ikrar perdamaian dan nota kesepahaman yang disiapkan oleh Tim Pansus Perdamaian Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah bentukan DPRK Aceh Tengah, Sabtu 11 Juli 2020
Terdapat dua klausul yang ditandatangani Shabela dan Firdaus.
Baca juga: Bupati Aceh Tengah Siap Berdamai dengan Wakilnya, jika…
Pertama, naskah ikrar perdamaian yang terkait dengan janji keduanya tidak akan mengulangi perbuatan, dan akan dimakzulkan apabila poin dari ikrar diingkari oleh keduanya.
Klausul berikutnya terkait nota kesepahaman pasangan yang dikenal dengan julukan SHAFDA ini selama menjalankan pemerintahan.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Kompas.com dari Pansus DPRK Aceh Tengah, klausul nota kesepahaman antara Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah menerangkan tentang keinginan kedua belah pihak sebelum perdamaian dilakukan.
Pada poin pertama pada naskah nota kesepahaman itu, Firdaus menyampaikan permintaan maaf atas ucapannya yang dianggap sempat membuat Shabela dan keluarga tersinggung dan berujung laporan polisi oleh Shabela pada medio Mei lalu.
“Pihak pertama, Wakil Bupati Aceh Tengah Firdaus SKM meminta maaf kepada pihak pertama Drs Shabela Abubakar karena kekhilafannya telah mengeluarkan perkataan yang tidak pantas dan tidak sepatutnya diucapkan,” seperti dikutip dalam isi nota kesepakatan itu.
Poin kedua, Shabela akan mencabut laporan di Polda Aceh terkait dugaan pengancaman dan penyerangan yang dilakukan wakilnya yang terjadi pada 13 Mei lalu.
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah, Shabela-Firdaus saat menunjukkan berkas penandantanganan ikrar perdamaian yang telah diteken oleh para pihak, Sabtu 11 Juli 2020.
Pada poin ketiga, pasangan Bupati/ Wabup Aceh Tengah ini akan menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat sesuai isi naskah yang telah disetujui berbagai pihak.
Berikutnya, fungsi kepala daerah akan dilaksanakan dengan baik oleh keduanya.
Pada poin kelima klausul nota kesepahaman itu menyinggung pelimpahan wewenang oleh Shabela kepada Firdaus.
“Pelimpahan wewenang oleh pihak pertama kepada pihak kedua dilaksanakan dengan mengacu kepada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dilaksanakan dengan pembentukan tim yang terdiri dari unsur DPRK Aceh Tengah, dan Forkopimda Aceh Tengah,” dikutip dari nota kesepahaman itu.
Rencana penandatanganan klausul perdamaian yang disiapkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh juga gagal dilakukan di Banda Aceh.
Padahal persiapan telah dilakukan. Acara rencananya digelar di Aula Kejati Aceh pada 6 Juli lalu.
Gagalnya penandatanganan klausul perdamaian saat itu dikarenakan Shabela tidak hadir karena alasan sakit. (Kompas)