Iklan Lintas Nasional

Sidang Korupsi Telur 2,6 Miliar, Hakim: Saksi Jangan Pura-pura Bingung

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh menegur saksi kasus korupsi hasil penjualan telur ayam di Dinas Peternakan Aceh dengan kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar.

Teguran disampaikan majelis hakim diketuai Dahlan didampingi Edwar dan Juandra masing-masing sebagai hakim anggota dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu 1 Juli 2020.

Hadir dalam persidangan tersebut terdakwa Ramli Hasan dan Muhammad Nasir. Keduanya hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Junaidi dan kawan-kawan.

Sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) Ronald Reagan dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar.

Majelis hakim menegur saksi Khairuddin, bekas Kepala UPTD Balai Ternak Non Ruminansia milik Dinas Peternakan Aceh di Saree, Aceh Besar, karena memberikan keterangan membingungkan.

“Saksi jangan pura-pura bingung. Saksi pernah menjabat kepala UPTD tahu semuanya. Jadi, sampaikan semuanya,” kata majelis hakim.

Sebelumnya, saksi sempat menerangkan bahwa uang pakan untuk 5.000 ekor ayam tidak tersedia dalam anggaran di Dinas Peternakan Aceh.

“Ayam dibeli pada Agustus 2015 dan mulai bertelur pada Maret 2016,” kata saksi Khairuddin.

Menurut saksi Khairuddin yang pensiun pada Juni 2016, karena anggaran pakannya tidak ada, maka digunakan uang dari hasil penjualan telur.

Mendengar jawaban tersebut, majelis hakim mengatakan mana mungkin ada uang hasil penjualan telur. Sedangkan ayam belum bertelur.

“Jadi, dari mana uang untuk membeli pakan ayam sebelum bertelur,” ketus majelis hakim.

Saksi Khairuddin hanya diam mendengarkan apa yang disampakan majelis hakim tersebut.

Muhammad Junaidi, saksi lainnya dari Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, menjelaskan bahwa penggunaan uang hasil penjualan telur tidak diperbolehkan.

“Uang hasil penjualan harus disetorkan ke kas daerah. Kecuali statusnya badan layanan usaha daerah atau BLUD, boleh menggunakan uang hasil usaha untuk belanja dan operasional,” kata dia.

Pada persidangan sebelumnya, terdakwa Ramli Hasan dan terdakwa Muhamamd Nasir didakwa korupsi telur hasil produksi peternakan telur dengan kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar.

Terdakwa Ramli Hasan merupakan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Ternak Non Ruminansia (UPTD BTNR) Saree, Aceh Besar. Sedangkan terdakwa Muhammad Nasir merupakan asisten bendahara yang juga bawahan terdakwa Ramli Hasan.

JPU Ronald Reagan menyebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua terdakwa tidak menyetorkan uang hasil produksi peternakan ayam ke kas daerah dalam rentang waktu 2016 hingga 2018.

“Seharusnya, uang hasil penjualan telur masuk sebagai pendapatan daerah. Tapi ini tidak dilakukan terdakwa. Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan mencapai Rp2,6 miliar lebih,” kata JPU Ronald Reagan.

JPU Ronald Reagan menyebutkan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, penerimaan hasil penjualan telur pada 2016 Rp846 juta. Namun, yang disetor ke kas negara Rp85 juta.

Kemudian pada 2017, uang hasil penjualan telur Rp668 juta, tetapi yang disetor ke kas negara Rp60 juta. Serta pada 2018, uang hasil penjualan telur Rp11,72 miliar dan yang disetor ke kas negara Rp9,775 miliar.

JPU mendakwa kedua terdakwa secara berlapis, yakni prima melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Kemudian, dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Serta lebih subsidair melanggar Pasal 8 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (Red)