Daerah  

Virus Corona Bukan Hoax, Aceh Catat 410 Positif 13 Meninggal

Ilustrasi, @modus.co

LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Ada banyak informasi palsu (hoax) di seputar virus corona yang beredar masif di tengah masyarakat. Berita hoax dibagi secara berantai dan melampaui kuantitas informasi dari otoritas resmi.

Masyarakat yang termakan hoax cenderung abai pada protokol kesehatan yang dianjurkan. Akibatnya, korban virus asal Tiongkok itu terus berjatuhan.

Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Saifullah Abdulgani (SAG) kepada awak media menyikapi situasi terakhir, Sabtu 1 Agustus 2020.

Korban virus corona, penyebab Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), kian banyak di Aceh. Kasus Covid-19 sudah mencapai 410 orang, dan 13 orang di antaranya meninggal dunia, per 1 Agustus 2020.

“Pada 14 Juli lalu, 110 orang Covid-19 di Aceh, kini 410 orang umumnya Orang Tanpa Gejala (OTG), dan 13 orang dilaporkan meninggal dunia,” kata SAG.

SAG mengatakan, korban meninggal terakhir laki-laki umur 53 tahun. Warga Aceh Besar ini dirawat di RSUD Meuraxa, Banda Aceh, karena sesak nafas. Hasil foto thorak menunjukkan pneumonia, dan hasil pemeriksaan swab nasofaring dan orofaring konfirmasi Positif Covid-19. Almarhum meninggal dunia, Jumat 31 Juli 2020 malam, sekira pukul 21.00 WIB, setelah tiga hari dirawat.

Keluarga Almarhum, lanjut SAG, sangat tabah dan tawakkal, serta menunjukkan keteladanan dalam penanganan jenazah, sesuai protokol kesehatan.

Koordinator Tim Penyakit Infeksi Emerging RSUZA, Banda Aceh, dr Novina Rahmawati, M.SI, Med, Sp.THT-KL, FICS melaporkan jenazah Almarhum difardhukifayahkan oleh ustaz pemulasaraan jenazah RSUZA sesuai protokol Covid-19 dan tentu saja sesuai Syariah Islam, urai SAG.

Virus Corona Nyata

SAG mengatakan, virus corona nyata dan korbannya sudah di depan mata, baik yang sembuh, sedang dirawat, maupun meninggal dunia. Covid-19 bukan hoax dan korbannya dari semua umur dan unsur. Bahkan ada Puskesmas dan rumah sakit yang terpaksa tutup sementara karena petugasnya terinfeksi virus corona.

Ruang perawatan pasien Covid-19 di Respiratory Intensive Care Unit (RICU) dan Poliklinik Penyakit Infeksi New Emergeng and Reemerging (Pinere) RSUZA Banda Aceh, dilaporkan sudah penuh, dan sebagian pasien infeksi virus corona terpaksa di alihkan perawatannya di Asrama Haji, Banda Aceh, katanya.

Jubir SAG berharap bupati/walikota dapat mempersiapkan RSUD sebagai tempat perawatan maupun isolasi OTG positif Covid-19, namun tidak perlu dirawat.

Pemkab Bireuen memiliki tempat isolasi khusus tersebut di Cot Batee Gelungku. Begitu juga Pemkab Gayo Lues yang memanfaatkan Balai Latihan Kerja (BTK), kata SAG menunjuk contohnya.

“Apabila semua OTG Covid-19 dirujuk untuk isolasi di Banda Aceh tidak akan cukup tempat, dan sangat tidak efisien,” sebutnya.

Perawatan di rumah sakit, lanjut SAG, maupun tempat isolasi dibutuhkan jika upaya pencegahannya gagal. Tindakan preventif jauh lebih murah dan mudah dilakukan. Yang dibutuhkan hanya komitmen menjalankan kebijakan dan disiplin protokol kesehatan setiap stakeholder di seluruh Aceh.

Bupati/walikota seyogyanya mereview kembali pelbagai kebijakan penanganan Covid-19 dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, Forkopimda, Majelis Permusyawaratan Ulama, maupun kebijakan bupati/walikota sendiri untuk diimplementasikan lebih baik lagi.

Penjagaan perbatasan diperketat. Setiap orang masuk ke Aceh harus dapat menunjukkan surat bebas virus corona, minimal Surat Keterangan Hasil Rapid Test Non Reaktif dari institusi yang berwenang.

Penertiban pasar dan tempat umum. Selain mengatur jarak antarpedagang dengan pembeli, juga menyediakan fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau masyarakat.

“Bila masih ada korban hoax dan meremehkan virus corona, pemerintah kabupaten/kota, sesuai kewenangannya, dapat menertibkan ya supaya protokol kesehatan dijalankan di segala sektor kehidupan masyarakat,” ujar SAG, yang juga Juru Bicara Pemerintah Aceh itu. (Red)