LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Badan Intelijen Negara (BIN) baru saja memamerkan pasukan khusus Rajawali yang dilengkapi senjata laras panjang di hadapan sejumlah pejabat negara dalam kegiatan Peningkatan Statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), pada Rabu 9 September 2020
Keberadaan pasukan khusus ini langsung menjadi bahan perbincangan. Pengamat militer Institute For Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, bahkan menyatakan BIN baru boleh memiliki pasukan khusus bersenjata lengkap apabila dipayungi oleh undang-undang.
“Ya jelas. Secara konstitusional negara hanya mengenal dua bentuk kekuatan bersenjata. Yang pertama namanya TNI. Yang kedua namanya Polri,” kata Fahmi, Sabtu 21 September 2020.
Fahmi menjelaskan di Indonesia hanya ada dua lembaga yang boleh memiliki kekuatan bersenjata, yakni TNI dan Polri.
TNI, dijelaskan Fahmi, adalah komponen utama negara untuk menegakkan kedaulatan, menjaga pertahanan serta menjalankan tugas dan fungsi operasi militer. TNI juga bisa menjalankan operasi militer selain perang.
Sementara Polri merupakan lembaga penegak hukum serta penegak keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Dua lembaga atau organisasi inilah yang memiliki mandat konstitusional sebagai kekuatan bersenjata dengan kewenangan ofensif,” katanya.
Fahmi mengakui bahwa BIN memiliki fungsi pengamanan seperti diatur dalam UU No. 17 tahun 2011. Namun, bukan berarti BIN boleh memiliki pasukan bersenjata.
Menurut Fahmi harus tetap ada pasal atau ayat dalam UU yang mengatur itu secara gamblang. Sebab kegiatan pengamanan yang dimaksud adalah dalam ranah fungsi intelijen.
“Karena ini adalah kegiatan pengamanan yang berada dalam ruang lingkup fungsi intelijen. Bukan yang lain,” kata Fahmi.
Dalam UU No 17 tahun 2011 dan Perpres No 73 tahun 2017, dinyatakan bahwa BIN memiliki fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Tetapi tidak ada pasal atau ayat yang menyebutkan secara gamblang BIN boleh mempunyai pasukan bersenjata.
Sejak Juli 2020, BIN kini berada langsung di bawah Presiden RI Joko Widodo, dari semula di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam). Perubahan ini diresmikan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020.
Fahmi kemudian mempertanyakan tujuan pasukan khusus Rajawali yang dibentuk BIN. Sebab, BIN selama ini merupakan badan intelijen yang bahkan anggotanya banyak berasal dari kalangan sipil.
“Nah ini pasukan yang dibentuk oleh BIN, di mana posisinya? Apakah BIN sedang didesain sebagai ‘angkatan kelima’,” ujar Fahmi.
Fahmi juga mengkritik BIN dalam membangun keorganisasian dan meningkatkan kinerjanya. Alih-alih membangun organisasi intelijen kelas dunia, menurut Fahmi, BIN justru bergerak ke arah yang membingungkan.
Ditambah muncul pasukan khusus BIN yang belum jelas dasar hukumnya pembentukannya.
“Belum jelas, lembaga ini sedang menyaru jadi tentara, jadi polisi atau sekadar penggemar ‘cosplay’ belaka?,” pungkas Fahmi (Red/CNN)