LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali berhasil melakukan Pendekatan Restorative Justice atau keadilan Restoratif, kali ini terkait kasus penganiayaan dan pengancaman pada Senin 18 April 2022
Kasus tersebut melibatkan tersangka Zulkarnaini warga Desa Rheum Baroh, Kecamatan Simpang Mamplam terhadap korban Bustami Warga Desa Blang Kuta Dua Meunasah Kecamatan Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mohammad Farid Rumdana SH, MH melalui Kasi Pidana Umum (Pidum) Zulham Dams dan JPU Muhadir SH memfasilitasi upaya perdamaian antara kedua pihak. Perkara penganiayaan tersebut kemudian tidak perlu dibawa sampai ke tingkat persidangan.
Kajari Bireuen menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap tersangka pada Senin 18 April 2022 di Aula setempat, dia menuturkan instansinya mengupayakan restorative justice karena berbagai pertimbangan.
“Kedua belah pihak antara pelapor Bustami dan terlapor Zulkarnaini sepakat berdamai. Kemudian karena pelaku belum pernah dihukum sebelumnya,” ujar Moh. Farid Rumdana didampingi Kasi Intelijen Kajari Bireuen Muliana SH
Mantan Koordinator Intelijen Kejati Aceh itu menyampaikan pendekatan restorative justice sesuai dengan peraturan jaksa (Perja) nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan karena telah memenuhi tiga persyaratan yaitu tersangka pertama kali melakukan tindak pidana, tuntutan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan nilai kerugiannya tidak lebih dari Rp2,5 juta.
“Kita ingin mengembalikan keadaan seperti semula, dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga ke dua pihak, dan pihak-pihak terkait, seperti petinggi, tokoh agama, hingga tokoh masyarakat, tujuannya menyadarkan mereka bahwa tidak semua perkara harus bermuara ke meja hijau,” katanya.
Moh. Farid juga mengingatkan terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya dan menjadi lebih baik untuk kedepannya.
“Kepada terdakwa, jangan sampai mengulangi lagi perbuatan yang bisa merugikan orang lain, ingat anak, istri dan orang tua, jadikan ini sebagai pengalaman dan ambil hikmahnya,” tegas Kajari dihadapan kedua pihak
Setelah Bustami dan Zulkarnaini sepakat berdamai, Kejari Bireuen bersurat ke Kejaksaan Tinggi untuk selanjutnya dilakukan ekspose perkara di Jampidum. Upaya perdamaian itu pun disetujui oleh Kejati dan Jampidum sehingga diterbitkan SKPP.
Moh. Farid menambahkan pemberlakuan restorative justice itu merupakan yang ke Delapan kali digelar di Kejari Bireuen. Dia berharap perkara-perkara ringan dan memenuhi persyaratan bisa diupayakan untuk diterapkan restorative justice.
“Selayaknya memang perkara tertentu tidak perlu sampai ke meja hijau atau ke penjara. Karena penjara sendiri saat ini sudah over kapasitas. Semestinya ada pidana lain yang lebih pantas untuk dilakukan pemidanaan dan dipenjara,” Pungkas Pria yang masuk dalam Satgasus P3TPK Kejagung RI itu
Sementara itu Terdakwa Zulkarnaini mengaku senang kasus yang menjeratnya berakhir dengan damai. Dengan mendapatkan restorative justice tersebut, dirinya bisa kembali berkumpul bersama keluarga dan bekerja untuk menafkahi istri dan anaknya.
“Alhamdulillah, terima kasih kepada kejaksaan Negeri Bireuen dan korban yang telah menyelesaikan kasus ini dengan damai tanpa ada paksaan dan tidak dipungut biaya,” ujarnya (AN)