
LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Ketua LSM Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR) Aceh Auzir Fahlevi SH meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengedepankan transparansi dan profesionalisme dalam menunjuk Penjabat (Pj) Kepala Daerah khususnya untuk mengisi kekosongan di sejumlah Kabupaten/Kota di Aceh.
“Hal ini perlu kami sampaikan mengingat Kemendagri dinilai lamban sehingga ada beberapa Kabupaten/Kota contohnya Lhokseumawe, Aceh Besar dan Aceh Utara Sekdanya menjadi Plh. Kepala Daerah termasuk kemungkinan besar Aceh Timur juga,” kata Auzir Fahlevi pada Selasa 12 Juli 2022
Menurut Auzir hal itu menandakan bahwa proses seleksi maupun profiling kandidat calon Pj Bupati maupun Walikota di Aceh itu penuh dengan lika-liku sehingga memunculkan sejumlah opini liar seperti adanya dugaan transaksional atau bargaining politik pihak tertentu dengan pemangku kepentingan yang ada di pusat.
“Stigma pemikiran seperti ini tidak bisa dihindari karena seharusnya Kemendagri sudah benar-benar menyiapkan figur calon Penjabat Kepala Daerah itu jauh-jauh hari sebelum masa jabatan kepala daerah itu berakhir sehingga tidak ada status Pelaksana Harian yang saat ini diemban oleh Sekda Kabupaten/Kota,” imbuh Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu
Menurut Auzir dilihat dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Negara, kondisi seperti ini bertentangan dengan Azas Umum Pemerintahan yang Baik atau dikenal dengan istilah AUPB.
“Azas AUPB itu diantaranya menyangkut dengan azas keterbukaan, tertib penyelenggaraan negara, akuntablitas, profesionalitas, proporsionalitas, ketidakberpihakan dan keadilan serta azas kepentingan umum,” tegasnya
Menurutnya, merujuk pada pelantikan Pj Gubernur Aceh dan Pj Walikota Banda Aceh sudah nyata terlihat bahwa yang ditunjuk sebagai Pj adalah figur yang masuk dalam usulan DPRA seperti Achmad Marzuki untuk Pj Gubernur dan usulan DPRK Kota Banda Aceh untuk Pj Walikota yaitu Bakri Siddiq.
“Nah hal ini tentu saja kemudian menjadi sebuah tanda tanya, apakah nantinya penunjukan Pj Bupati atau Walikota itu akan diambil dari nama-nama yang pernah diusulkan oleh DPRK seperti kabupaten Aceh besar, Lhokseumawe, Aceh Utara dan Aceh timur?,” tanya alumni Fakultas hukum Unsyiah itu
Kata Auzir, Ini perlu digarisbawahi jangan sampai nanti ada perbedaan penerapan kebijakan oleh Pihak Kemendagri sehingga melahirkan kebijakan diskriminatif antara satu daerah dengan yang lainnya dan ini melanggar azas umum pemerintahan yang baik.
“Karena itu perlu kami sarankan kepada Kemendagri khususnya kepada Mendagri Bapak Tito Karnavian supaya tidak menunda-nunda proses penunjukan Pj Bupati dan Walikota khususnya di Aceh, perlu diingat bahwa jabatan Pj Bupati dan Walikota adalah jabatan birokratif, terlepas ada intrik atau lobby politik dalam proses penunjukannya.yang jelas kami sangat berharap agar proses tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor mahar politik atau kasarnya politik dagang sapi,” pungkas Auzir Fahlevi SH (AN)