KIP Dinilai Langgar Aturan Terkait PAW Syahrul AG dari Anggota DPRK Aceh Timur

Kuasa Hukum Anggota DPRK Aceh Timur, Auzir Fahlevi SH, dan Muslim A Gani SH (Ist)

LINTAS NASIONAL – ACEH TIMUR, Proses Penggantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRK Aceh Timur Syahrul AG dari PKS yang dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Timur dinilai melanggar sejumlah aturan perundang-undangan yang berlaku termasuk kontraproduktif dengan AD/ART internal PKS.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Auzir Fahlevi SH didampingi Muslem A Gani SH selaku Kuasa Hukum Syahrul AG kepada Lintasnasional.com pada Selasa 14 Juli 2020.

Menurut Auzir Fahlevi, KIP Aceh Timur terlalu memaksakan kehendak dan terlalu tendensius serta mendahului sejumlah aturan yang berlaku, padahal pada tanggal 2 Juli lalu Pengadilan Negeri Idi telah mengeluarkan putusan vonis bebas (Vrisspraak) kepada Syahrul AG.

Lanjutnya, dalam amar putusannya, Majelis Hakim PN Idi menyatakan Syahrul AG tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan Penuntut Umum termasuk memulihkan hak-hak yang bersangkutan dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat.

“Kemudian soal barang bukti kertas tisu warna putih berlakban hitam dan sejumlah plastik bening berisikan sabu dengan berat berbeda yang pernah ditemukan di dalam mobil Syahrul AG dikembalikan lagi ke penyidik melalui Jaksa Penuntut Umum, ini memberikan gambaran konkret bahwa tuduhan dan dakwaan yang ditujukan kepada Syahrul AG sama sekali tidak terbukti”, ujar Auzir.

Anehnya kata Auzir KIP Aceh Timur justeru mengirimkan surat nomor 227/PY.04/03/1103/KIP-KAB/VI/2020 tanggal 8 Juni 2020 yang ditujukan kepada Ketua DPRK Aceh Timur tentang nama Pengganti Antar Waktu anggota DPRK Aceh Timur dari Syahrul AG kepada Said Mansur.

Padahal putusan hukum Syahrul AG belum inkracht/berkekuatan hukum tetap, sekiranya Jaksa tidak mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung tentu saja putusannya sudah inkracht, secara otomatis posisi Syahrul AG harus diaktifkan dan kedudukannya kembali sebagai anggota DPRK Aceh Timur.

“Berhubung pihak Jaksa melakukan Kasasi maka status hukum Syahrul AG belum berkekuatan hukum tetap sehingga Proses PAW yang dilakukan oleh KIP Aceh Timur merupakan perbuatan melawan hukum dan cacat administratif, KIP Aceh Timur sangat keliru dalam memahami aturan pasal 426 UU Nomor 7 Tahun 2017 dan pasal 5 s/d 8 PKPU Nomor 6 Tahun 2017 yang menjadi basis konsideran penerbitan surat PAW dari KIP”, jelas Auzir diamini Muslem A Gani.

Auzir melanjutkan bahwa yang harus diketahui oleh KIP, proses PAW itu harus menunggu Inkrachtnya putusan hukum terlebih dahulu, makanya Gubernur Aceh sebelumnya telah mengeluarkan SK Nomor 171.3/1017/2020 tanggal 1 April 2020 tentang pemberhentian sementara Syahrul AG dari kedudukannya sebagai Anggota DPRK Aceh Timur berdasarkan surat nomor 171/353 tanggal 3 Maret 2020 dari Ketua DPRK dan Bupati Aceh Timur dengan nomor surat 171.4/2357 tanggal 11 maret 2020.

“Jadi sampai saat ini Pemberhentian Syahrul AG bersifat sementara, karena itu kemarin kami sebagai Kuasa Hukum Syahrul AG sudah mengirimkan surat kepada Gubernur Aceh perihal PAW yang dilakukan sepihak dan tidak berlandaskan hukum oleh KIP Aceh Timur karena Anggota DPRK Aceh Timur itu diangkat dan diberhentikan berdasarkan SK Gubernur Aceh, bukan melalui surat abal-abal KIP Aceh Timur,” ungkap alumni Fakultas Hukum Unsyiah itu.

Dikatakan abal-abal menurut Auzir karena ada tiga surat dari KIP yang sudah disampaikan kepada Ketua DPRK Aceh Timur, diantaranya berisi tentang tidak bisa dilakukan PAW karena putusan hukum belum inkracht dan adanya SK Gubernur Aceh tentang pemberhentian sementara, bukan permanen, tapi kemudian muncul surat lain lagi Tanggal 8 Juni 2020 yang disampaikan ke Ketua DPRK Aceh Timur tentang usulan PAW.

Berdasarkan Pasal 113 Ayat 3 PP Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Tatib Anggota DPR dinyatakan bahwa Pemenuhan persyaratan PAW harus melampirkan surat keterangan tidak ada sengketa Parpol dari Mahkamah Partai atau sebutan lain dan/atau Pengadilan Negeri setempat, bahkan surat pemberhentian anggota DPRD dari pimpinan Parpol harus disertai dengan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan AD/ART Partai Politik.

“Pasal 193 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur terkait proses PAW Anggota DPRD Kabupaten/Kota dan tetap mensyaratkan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu,” jelas Auzir.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Persoalan adanya dua surat keputusan dari DPP PKS terkait pemberhentian Syahrul AG dari keanggotaan Partai Politik PKS dan PAW anggota DPRK Aceh Timur atas nama Syahrul AG yang bertanggal sama yaitu Tanggal 1 Mei 2020 tidak dapat dijadikan acuan yang relevan, rasional dan kontekstual dengan kasus yang dialami oleh Syahrul AG.

Kedua Surat itu menurut Auzir patut dipertanyakan, SK DPP tersebut tidak sesuai dengan azas dan prinsip yang tercantum di dalam AD/ART PKS karena mekanisme pemberhentian dari keanggotaan Parpol PKS yang dianggap melanggar AD/ART dan peraturan Partai lainnya harus melalui keputusan Majelis Tahkim (Mahkamah Partai PKS) berdasarkan pasal 11 ayat 2 huruf d dan pasal 30 ayat huruf c Anggaran Dasar dan juga pasal 5 ayat 6 Anggaran Rumah Tangga PKS.

Karena itu Pihaknya berharap agar DPP Partai Keadilan Sejahtera termasuk pengurus DPW dan DPD PKS di daerah untuk menghargai dan menghormati putusan hukum Syahrul AG yang telah diputus bebas oleh Pengadilan.

“Apapun cerita, Syahrul AG adalah Caleg PKS non kader yang telah berkontribusi terhadap perolehann suara PKS sehingga memperoleh satu jatah kursi di DPRK Atim, sangat tidak etis bila kemudian ia justeru dikorbankan untuk memenuhi kepentingan elit tertentu, kami berkeyakinan bahwa PKS yang merupakan partai agamis dan religius dapat menempatkan posisinya pada norma hukum yang humanis dan berkeadilan,” demikian Auzir Fahlevi dan Muslem A Gani selaku kuasa hukum Syahrul AG. (Red)